Minggu, 13 September 2009

Mencegah Obesitas

Mencegah Obesitas Sejak Dini

OBESITAS atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit, ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan, obesitas sebagai epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hal itu terungkap dalam Kongres Nasional (Konas) XI dan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN), Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Ta,pil sebagai pembicara antara lain Prof . Dr. Ahmad H Asdie, SpPD-KEMD Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Sardjito, Yogyakarta.

Menurut Asdie, di usia sekolah umumnya masyarakat menyadari, gemuk merupakan hal yang tidak menyenangkan, terutama akibat penolakan sosial serta isolasi. Beban menjadi seorang gemuk akan mempengaruhi prestasi di sekolah serta kehidupan sosial. Masalah ini biasanya menetap sampai dewasa.

Sulitnya mengatasi obesitas menyebabkan prioritas penanganan obesitas lebih diarahkan pada usaha pencegahan. Itu berarti, pencegahan obesitas harus dilakukan sejak masa kanak-kanak. Apalagi obesitas pada masa kanak-kanak berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa apabila terjadi kelainan hormonal. Selain itu berpotensi mengalami berbagai penyebab kesakitan dan kematian.

Obesitas dapat dibagi dua macam. Pertama, obesitas primer, akibat makanan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan energi tubuh. Kedua, obesitas sekunder, disebabkan penyakit/kelainan yang bersifat hormonal, kongenital, endokrin, maupun kondisi lainnya.

Ada tiga unsur pencetus obesitas:

1. Faktor genetik. Seorang anak mempunyai kemungkinan 40 % menjadi gemuk kalau salah satu orang tuanya obesitas. Kemungkinan lebih besar lagi, 80%, jika kedua orang tuanya gemuk. Biasanya, ibu yang memiliki kadar gula tinggi atau ada penyakit diabetes mellitus (DM), kemungkinan akan menurun kepada anak yang dilahirkan. Anak akan cenderung over weight (kelebihan beban atau kegemukan).

2. Faktor lingkungan, meliputi pola makan, jumlah berikut komposisi nutrisi dalam makanan, dan intensitas aktivitas tubuh sebagai akibat gaya hidup modern. Bayi yang diberi makanan padat sangat dini, sesuai analisisnya, turut berhubungan dengan kemungkinan mengalami obesitas pada umur enam tahun.

3. Faktor psikologik. Unsur stres ikut memengaruhi berat badan di samping kesalahan pola asuh seperti terlalu dimanja dan selalu menuruti kemauannya. Selain itu, lingkungan yang memperlakukan mereka dengan anggapan buruk, juga bisa menyebabkan obesitas. Anak yang kurang disenangi dalam pergaulan, misalnya, akan sering menarik diri. Akibatnya aktivitas fisik berkurang, yang secara otomatis menambah kegemukannya.

Untuk pencegahan obesitas ada tiga tahapan. Pertama, pencegahan primer, bertujuan mencegah terjadinya obesitas. Kedua, pencegahan sekunder, bertujuan menurunkan prevalensi obesitas. Ketiga, pencegahan tertier, bertujuan mengurangi dampak obesitas.

Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan, yaitu pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di pusat kesehatan masyarakat.

Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tata laksana obesitas serta dampaknya. Prinsip dari tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan dewasa karena harus mempertimbangkan faktor tumbuh-kembang. Caranya dengan pengaturan diet, bukan mengurangi jumlah asupan makanan tetapi dengan mengatur komposisi makanan menjadi menu sehat. Antara lain peningkatan aktivitas fisik, misalnya dengan membatasi aktivitas pasif, seperti menonton televisi atau bermain komputer dan play stations, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku) menjadi pola hidup sehat, baik dalam mengonsumsi makanan maupun dalam beraktivitas. Perubahan tersebut sebaiknya lemibatkan seluruh keuarga, sehingga tidak dirasa sebagai hukuman atau pengucilan bagi si anak.

Dampak yang disebabkan obesitas, pertama ,gangguan psikososial, misalnya, rendah diri karena diolok-olok teman akibat berbagai perbedaan dengan sesama. Kedua, pertumbuhan fisik yang lebih cepat. Usia tulang juga menjadi lebih cepat dibanding umur biologiknya. Ketiga, gangguan pernapasan, umpamanya tidur mendengkur, sering mengantuk di siang hari, atau infeksi saluran napas. Keempat, obesitas berlanjut sampai usia dewasa terutama apabila dimulai pada masa prapubertas. Lima, adanya penyakit degeneratif maupun metabolik, seperti darah tinggi, jantung koroner, kencing manis, dan kelebihan kolesterol maupun lemak protein. Keenam, penyempitan pembuluh darah karena timbunan lemak yang berlebihan. Ketujuh, potensi paling sering terjadi pada anak obesitas adalah infeksi pernapasan atas (ISPA).

Penanganan obesitas yang bisa dilakukan adalah, pengobatan hanya diberikan kepada anak yang sudah dipastikan memenuhi kriteria obesitas. Mencegah gemuk pada bayi, tetapi jangan menjalankan diet ketat. Mengurangi masukan kalori atau energi. Jangan menghilangkan seluruh kelebihan berat badan. Dipertahankan saja agar tidak bertambah karena pertumbuhan pada fase anak masih berlangsung. Memodifikasi pola perilaku anak maupun keluarga khususnya pola makan. Menambah pengeluaran atau penggunaan energi dengan mengajak anak untuk aktif bergerak.

Mengukur obesitas

Perhitungan komposisi tubuh untuk menentukan seseorang itu normal atau obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Parameter tersebut terdiri atas berat badan (dalam satuan kilogram) dibagi kuadrat dari tinggi badan (satuan meter).

IMT untuk standar Asia bila IMT lebih atau sama dengan 23 kg/m2 maka sudah dapat dikatakan sebagai overweight (kelebihan berat badan). Bila IMT mencapai 25 kg/m2, maka orang itu dinyatakan mengalami obesitas.

Menurut Asdie, diagnosis obesitas bisa menggunakan lingkar pinggang. Ia menjelaskan, pengukuran lingkar pinggang merupakan salah satu cara untuk menentukan adanya obesitas. Cara pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan meletakkan pita ukur (midline) datar dengan lantai, melingkari perut di antara bagian bawah dan pertahankan pita ukur tanpa tekanan, dan ukuran lingkar perut dibaca pada saat akhir ekspirasi normal. Diagnosis obesitas dengan lingkar pinggang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas pada laki-laki sebesar 87% dan 92%. Sedangkan pada perempuan 89% dan 94%. Pengukuran lingkar pinggang hendaknya dilakukan pada posisi pasien terlentang.

Pembicara lainnya pada Konas XI, Rio Sofwanhadi dari Departemen Anatomi Indonesia menyatakan, penanganan obesitas yang benar tak hanya tentang menurunkan berat badan. Melainkan juga dengan penatalaksanaan yang baik. Penurunan berat badan harus disertai dengan upaya mempertahankan hasilnya. Dimungkinkan penurunan 5-10 persen berat badan bermanfaat menurunkan tekanan darah, perbaikan profil lipid, sehingga risiko diabetes menurun, dan penurunan risiko penyakit jantung koroner.

Beberapa tips menghindari Obesitas. Usahakan untuk tidak terlalu sering mengonsumsi fast food. Bila tidak dapat dihindarkan, mintalah porsi yang lebih kecil untuk anak. Biasakan makan di luar rumah pada jam makan. Bila makan di restoran fast food dengan porsi besar, jangan ditambah dengan soft drink atau es krim. Biasakanlah makan sayuran dan buah-buahan sebagai penyeimbang. (nurhandoko/”PR”-Ilham/job)***

Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/04/hikmah/lainnya2.htm, dalam :
http://mita.blog.unair.ac.id/2008/11/09/mencegah-obesitas/
14 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar