Minggu, 13 September 2009

Perangi Obesitas Sekarang


Umumnya sebagian besar orang kurang mengenal istilah "obesitas". Bahkan mungkin orang-orang hanya asal menyamakan arti obesitas dengan kegemukan dan tidak terlalu pusing mempermasalahkannya. Padahal di negara-negara maju, obesitas sudah menjadi masalah yang sangat serius diperhatikan dan ditangani mulai dari usia anak-anak sekolah sampai usia orang dewasa. Umumnya penanganan di negara-negara maju lebih fokus pada pencegahan daripada pengobatan atau perawatan.

Obesitas Adalah Penyakit
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan dan dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila ukuran dan jumlah sel lemak bertambah. Salah besar kalau orang beranggapan masalah obesitas itu hanya akibat kurang kontrol diri dalam mengatasi nafsu makan. Obesitas sekarang ini telah menjadi masalah kesehatan paling mendesak, baik di negara maju maupun negara berkembang. Apalagi banyak yang mengakui bahwa masalah obesitas adalah masalah kesehatan yang sulit diatasi.

"Obesitas mempengaruhi kehidupan kita. Tidak peduli usia, gender, status sosial, ekonomi, maupun etnis," kata Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, D.T.M & H., SpPD-KEMD. FACE, Kepala Divisi Metabolik-Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. "Selama ini sebagian besar waktu telah dihabiskan untuk menangani akibat dari obesitas, padahal seharusnya ditujukan kepada penyebabnya. Pada saat ini, terlihat bahwa sebagian besar dokter tidak menangani obesitas dengan efektif, dan banyak pasien merasa tidak mendapatkan penanganan yang memadai untuk menurunkan berat badannya. Kemudian pasien yang ditangani tersebut harus mengikuti diet yang tidak realistis dan terlalu ketat untuk membuat perubahan yang tidaklah mungkin dipertahankan dalam jangka waktu yang lama," jelas Prof. Sidartawan.

Apa penyebab utama obesitas?
Peningkatan konsumsi makanan pada energi yang banyak mengandung lemak dan karbohidrat, serta kurangnya kegiatan jasmani merupakan penyebab utama obesitas. "You are what you eat", yang berarti Anda adalah apa yang Anda makan.

Dari penelitian tahun 1994 ditemukan satu hormon di sel lemak yang dinamakan leptin. Ditemukan bahwa semakin banyak leptin maka semakin gemuklah seseorang. Leptin ini merupakan hormon yang sangat berperan pada terjadinya obesitas dan diabetes tipe 2. Sekarang sudah jelas diketahui bahwa kegagalan resistansi insulin terjadi karena kegagalan leptin untuk berfungsi sebagai penghambat penimbunan lemak, sehingga akan terjadi penimbunan asam lemak di hati, otot, pankreas, dan jantung. Sebagai konsekuensinya terjadinya diabetes tipe 2. Penimbunan asam lemak di jantung juga mempunyai dampak tersendiri baik terhadap struktur dan fungsi jantung. Jadi semakin jelaslah hubungan antara obesitas dengan diabetes mellitius tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

Bagaimana mengatasi kegemukan?
Sehat dan langsing adalah "impian" semua orang. Untuk meraih impian tersebut seringkali orang enggan bersusah payah menjalani diet atau kebiasaan pola makan yang sehat. Maunya yang serba instan. Sebaiknya sebelum melangkah, pahami terlebih dahulu masalah kegemukan. Kita harus memahami bahwa tubuh kita terdiri atas tulang, otot, air dan lemak. Sasaran penanganan obesitas adalah lemak perut karena paling banyak menyebabkan penyakit. Kita harus berhati-hati, terutama pada terapi yang sifatnya instan. Jangan sampai lemak yang dihilangkan adalah lemak di bawah kulit yang sebenarnya penting untuk kesehatan kulit dan kebutuhan energi. Hindari diet yang serampangan, karena dapat menyebabkan penurunan jumlah otot, kekurangan zat-zat penting bagi tubuh, kekurangan cairan, bahkan elektrolit cairan. Akibatnya seseorang malah bisa jatuh sakit. Perlu dipahami juga bahwa penanganan obesitas yang baik adalah menurunkan berat badan dan mempertahankan hasilnya.

Ada 4 pilar utama untuk penurunan berat badan yaitu pola pikir positif, pengaturan makan (diet) rendah lemak rendah kalori, aktivitas fisik dan pengobatan. Ciptakan lingkungan yang mendukung Anda untuk dapat mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan tinggi serat, serta manfaatkan fasilitas yang tersedia untuk melakukan kegiatan jasmani. Lakukan terapi diet di mana jumlah kalori makanan yang masuk diatur sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, aktifitas juga ditingkatkan. Lakukan juga terapi perilaku, farmakoterapi, dan lainnya. Yang pasti, konsultasikan dengan dokter yang ahli di bidangnya.

"Walk 30 minutes! Ini istilah yang selalu saya gunakan kepada pasien saya. Di mana pun Anda berada. Selain itu, lakukan kebiasaan hidup sehat dengan cara: Makan lebih banyak sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan whole grain. Kurangi asupan makanan berlemak dan manis. Tapi yang paling pemting adalah selalu punya semangat untuk mengubah pola dan perilaku makan Anda. Pokoknya harus ada extra effort jika ingin sehat dan terhindar dari obesitas," demikian penjelasan Prof. Sidartawan.

Penanganan obesitas yang benar tidak hanya menurunkan berat badan, melainkan juga dengan penatalaksanaan berat badan dan mempertahanan hasilnya. Banyak orang yang salah paham bahwa program diet untuk meluruhkan lemak. Seringkali yang luruh bukan lemaknya, melainkan hilangnya cairan tubuh. Ini malah akan merugikan diri sendiri karena akan menyebabkan dehidrasi, meningkatnya kolesterol dan asam urat, serta gangguan pada ginjal. Jangan sembarangan melakukan diet, terutama bagi penderita obesitas. Biasanya kelompok orang ini cenderung radikal dalam melakukan program dietnya. Lakukan diet yang sehat.

Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori dalam kehidupan sehari-hari pada setiap orang tidaklah sama, karena tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan kondisi kesehatan. Secara umum kebutuhan kalori seseorang berkisar antara 1800-2500 kalori per hari. Untuk mengurangi asupan kalori yang berlebih, lakukan tips sebagai berikut :
1. Berhentilah makan sebelum kenyang.
2. Jangan banyak mengkonsumsi camilan.
3. Jika lapar, konsumsi camilan sehat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
4. Pilih cara memasak yang tidak digoreng, gantilah dengan cara mengukus, merebus atau menumis.
5. Kurangi makanan berlemak, karena tiap gram lemak menghasilkan kalori yang lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein.
6. Kurangi makan makanan yang manis.
(Smart Living) Hendra

Sumber :
http://www.sportindo.com/page/45/Exercise_Healthy_Living/Articles_Tips/Perangi_Obesitas_Sekarang.html
14 September 2009

Sumber Gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikv_1b5mWFVum938pXu11y-aSfH_Qj9kovR0bHNd4y-eTcx5Gj6aAPyk15784X22CBMrXe1z9TDx5L19FQaYuZ4CvQ7oSVP9ngHKriAbsTCYxTEOWiwnC8riA4rRmsgKOxc0XdT7BHweOL/s400/obesitas+pada+anak.jpg

Obesitas Bisa Rusak Jaringan Otak

SATU lagi alasan untuk mulai mengurangi berat badan. Studi teranyar menunjukkan, orang yang kegemukan atau obesitas memiliki jaringan otak 8 persen lebih sedikit dibanding pada orang yang berat badannya normal. Akibatnya, otak mengalami kemunduran sampai 16 tahun lebih tua dibanding orang yang tak terlalu banyak lemak.

Di lain pihak, mereka yang masih dalam taraf kegemukan ternyata juga mengalami kemunduran otak. Orang gemuk memiliki jaringan otak empat persen lebih sedikit, dan otaknya terlihat lebih tua 8 tahun. Kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan pemindaian otak 94 orang berusia 70 tahun. Menurut ketua peneliti, Paul Thomson, hasil studi ini mewakili kemunduran otak berat pada orang obesitas.

"Berkurangnya jaringan otak bisa berakibat pada menurunnya kemampuan kognitif dan beresiko pada penyakit Alzheimer atau penyakit lain yang menyerang otak," kata Thomson, yang juga profesor saraf dari UCLA, AS, ini. "Meski begitu, risiko terkena Alzheimer bisa dikurangi bila pola makan kita sehat dan berat badan selalu terkontrol," katanya.

Selama ini para ahli kesehatan telah menyerukan bahaya dari kegemukan terhadap kesehatan, misalnya saja penyakit jantung, diabetes, hipertensi, kanker, dan menurunnya kemampuan seksual. Para ahli bahkan mengatakan orang dewasa yang kegemukan mendapat masalah kesehatan kronis lebih parah dibanding para perokok berat maupun orang yang sangat miskin.

Menurut badan kesehatan dunia (WHO), saat ini lebih dari 300 juta orang di dunia tergolong obesitas. Jutaan lainnya kegemukan. Penyebab utamanya, menurut para ahli adalah pola makan yang buruk, termasuk kebiasaan mengonsumsi makanan yang diproses.

Orang yang obesitas akan kehilangan jaringan otak di bagian depan dan bagian temporal lobes, area otak yang sangat penting untuk memori dan perencanaan. Selain itu, area lain yang terganggu adalah anterior cingulate gyrus (berfungsi untuk memusatkan perhatian), hippocampus (memori jangka panjang), dan basal ganglia (untuk pergerakan).

Sedangkan orang yang termasuk kegemukan, mengalami kehilangan jaringan otak di area basal ganglia, corona radiata, serta parietal lobe (berfungsi sebagai sensori).

"Otak orang yang obesitas mengalami kemunduran 16 tahun dibanding orang yang kurus. Sedangkan orang yang kegemukan kemundurannya 8 tahun," kata Thomson.
- 26 Agustus 2009

Sumber :
Kompas.com dalam :
http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/20389/obesitas-bisa-rusak-jaringan-otak
14 September 2009

Terlilit Hutang ? Obesitas Di Depan Mata

Orang yang hidupnya terlilit hutang besar cenderung mengalami obesitas, setidaknya ini yang disebutkan oleh sejumlah peneliti di Jerman. Hasil riset menemukan, mereka yang mustahil melunasi hutang-hutangnya pada batas waktu tertentu atau yang disebut sebagai "Overindebted", dua kali berisiko mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 2.5 kali berisiko mengalami obesitas.

Untuk meneliti bagaimana hutang dapat mempengaruhi kesehatan, Eva Muenster dari University of Mainz beserta rekannya, melakukan survey terhadap 949 responden yang sedang melakukan konseling untuk mengatasi hutang yang melilitnya. Mereka kemudian membandingkannya dengan 8,318 responden lainnya yang tidak terlibat hutang.

Dari hasil survey diketahui, sekitar 11 persen responden yang memiliki banyak hutang mengalami obesitas berbanding 25 persen dari kelompok responden yang tidak punya hutang. Mereka yang hidupnya terlilit hutang besar ternyata berasal dari kalangan usia muda, kurang terpelajar dan kurang mampu. Selain mengalami kelebihan berat badan dan obesitas, mereka juga diketahui mengalami depresi dan memiliki gaya hidup tidak sehat seperti merokok setiap hari.

Menurut para peneliti, faktor psikologis memberikan kontribusi besar terhadap risiko kelebihan berat badan atau obesitas diantara orang-orang yang terlibat hutang. Umumnya, untuk mengatasi stres dan depresinya tersebut, mereka cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan. Jenis makanan yang dipilihnya pun bukan jenis makanan sehat. Hal ini terjadi karena mereka tidak lagi mampu membeli jenis makanan sehat, dan lebih memilih makanan murah yang kaya lemak dan gula hingga akhirnya mengalami kelebihan berat badan.

Tim peneliti mengatakan bahwa, penemuan ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa orang-orang yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas cenderung memiliki banyak hutang karena mereka sulit mendapatkan suatu pekerjaan atau menghasilkan uang lebih dibandingkan dengan orang-orang kurus. [cntq/ais]
- 2 September 2009

Sumber :
http://www.rileks.com/lifestyle/trendz/healthy-life/27329-terlilit-hutang-obesitas-di-depan-mata.html
14 September 2009

Obesitas? Jelek dan Penyakitan!

Obesitas atau kelebihan berat badan kini jadi momok. Maklum, selain membuat penampilan jadi jelek, obesitas juga memicu beragam penyakit. Maka, di mana-mana, orang-orang berperang melawan obesitas.

Los Angeles, AS, adalah salah satu wilayah di muka bumi ini yang kini sangat getol menangani urusan obesitas. Cara yang ditempuh terbilang ekstrem.

Selasa (29/7), Dewan Kota LA bersepakat memberlakukan larangan terhadap rumah makan fast food baru di salah satu daerah termiskin di kota itu. Larangan berlaku setahun. Tujuannya jelas: mengurangi rasio obesitas.

Obesitas adalah istilah yang digunakan bagi orang yang kelebihan massa lemak tubuh. Menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), massa lemak tubuh bisa diukur dengan indeks massa tubuh (BMI). Jika melebihi 30 kilogram/meter, itu termasuk obesitas.

Beberapa pihak mengatakan, untuk orang Indonesia berlaku takaran di atas 25 kilogram/meter yang termasuk obesitas. Rumus BMI adalah berat badan (kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (meter).

Pada 1998, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan obesitas sebagai penyebab kematian kedua di dunia setelah merokok. Lebih dari satu miliar penduduk dunia didera obesitas. Tiap tahun jumlah penderitanya meningkat.

Penyakit yang dipicu obesitas adalah sindroma metabolik dengan risiko penyakit kardiovaskular. Penyakit lain berupa gangguan pernapasan, osteoarthritis, gangguan hormonal, asam urat tinggi, kanker, diabetes, dan stroke.

"Obesitas menimbulkan banyak penyakit. Jadi, pemahaman bahwa gemuk itu indah jelas tidak benar," Kata Dr Aris Wibudi, spesialis penyakit dalam RSPAD Gatot Subroto.

Menurut Aris, penurunan berat badan berdampak baik terhadap penurunan angka kesakitan dan kematian pada penderita obesitas. Penurunan berat badan juga berarti menurunkan risiko berbagai komplikasi penyakit.

Ada beberapa penyebab obesitas. Bisa karena porsi makan berlebihan, malas olahraga, obat-obatan, bisa juga karena faktor genetis. Untuk faktor genetis, menurut sebuah penelitian, 80% dari anak menderita obesitas karena keturunan orangtuanya.

Untuk itulah Walikota LA menghentikan semantara proyek konstruksi restoran cepar saji baru seluas 82 kilometer persegi di area kota tersebut. Ukuran ini bahkan bisa meluas dalam waktu dua tahun.

Larangan ini, tentu, akan mempengaruhi warga LA yang telah memiliki 400 lokasi restoran cepat saji. Jumlah ini berlipat kali lebih banyak dibandingkan jumlah toko sayuran atau toko ikan segar dan makanan sehat.

Suara bulat dari 13 anggota Dewan Kota LA keluar setelah mereka menjalani penelitian selama setahun. Hasilnya, 30% anak-anak di Selatan LA, West Adams, Baldwin Hills, dan Leimert Park menderita obesitas. Di area lain, penderita obesitas hanya 21%.

Selain menunda konstruksi rumah makan cepat saji, langkah mengurangi obesitas juga dilakukan dengan mendukung berdirinya jaringan toko bahan pangan dan bahan makanan segar.

Di pihak lain, bagi mereka yang berbisnis di jaringan makanan cepat saji, langkah itu diartikan tidak adil. Mereka menilai tuduhan sebagai penyebab epidemik obesitas tidak beralasan.

"Secara prinsip, obesitas kan berhubungan dengan apa dan seberapa banyak konsumsi, bukan di mana mereka makan," ujar Andrew Puzder, Chief Executive CKE Restaurants Inc selaku pemilik rumah makan Carl Jr.

Puzder pun menyampaikan keberatannya dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Ketua Dewan Kota LA Eric Garcetti.

Sebenarnya, obesitas bisa dicegah dengan beberapa cara. Yang termudah adalah dengan memulai gaya hidup sehat, menjalani diet, dan berolahraga secara teratur dan tepat.

Konsumsi karbohirat, terutama gula dan daging, bisa dialihkan ke ikan air tawar. Usahakan pula mengkonsumsi cukup sayuran dan buah-buahan setiap hari. Jauhi kebiasaan ngemil.

Untuk mencapai berat badan ideal, bisa juga dengan mengkonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter.

Banyak terapi pelangsingan tubuh menerapkan sedot lemak dan terapi mengurangi lemak secara instan. Padahal, yang tergerus justru lebih banyak lemak di bawah kulit. "Lemak itu sebetulnya sangat penting bagi kulit dan energi," jelas Aris.

Beberapa kota besar di AS mulai mempertimbangkan gebrakan Dewan Kota LA. Mereka mulai memaksa rumah makan menerapkan standar kesehatan.

Di Kalifornia, misalnya, kini ada larangan penjualan minuman ringan di SD dan SMP di seluruh negara bagian tersebut. Di New York, ada peraturan yang mengharuskan restoran cepat saji memasang daftar kandungan kalori di konter mereka.
- 2 Agustus 2008

Sumber :
Vina Ramitha
http://www.inilah.com/berita/gaya-hidup/2008/08/02/41621/obesitas-jelek-dan-penyakitan/
14 September 2009

Obesitas dan DM

Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang–kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah 10,3% (laki–laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak–anak usia 6–14 tahun pada laki–laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5–17 tahun. Demikian dikatakan Dr. Cindiawaty Pudjiadi MARS, MS, SpGK dalama acara Seminar Awam dengan Topik "Obesitas – Diabetes Mellitus – Hiperbarik Oksigen" yang disertai peresmian Gading Hyperbaric Center dalam rangka HUT ke–4 Rumah Sakit Gading Pluit yang diselenggarakan sabtu, 25 Juli 2009.

Dr. Cindiawaty Pudjiadi, menambahkan, bahwa obesitas merupakan penyakit kronik yang prevalensinya semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan apabila indeks massa tubuh (IMT) kurang lebih 25 kg/m2 untuk orang Asia, sedangkan IMT 23–24.9 termasuk overweight. Obesitas perlu mendapat perhatian yang serius, karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terkena penyakit–penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, stroke dll, dengan makin meningkatnya IMT.

Obesitas terjadi karena asupan makanan yang lebih besar, dibandingkan dengan yang dibutuhkan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kebiasaan makan, kurang olah raga, perilaku kurangnya melakukan aktivitas, dll. Untuk mengatasi masalah obesitas ini perlu dilakukan penanganan yang terpadu antara diet, oleh raga, perubahan perilaku, bila perlu dengan medikamentosa yang dimonitor oleh dokter atau pembedahan untuk kasus–kasus obesitas yang berat. Di RS Gading Pluit, penanganan obesitas dilakukan secara terpadu, dimana melibatkan beberapa bidang spesialisasi yaitu penyakit dalam, Jantung, Bedah Digestif, Psikiatri dan Gizi. Dengan melibatkan berbagai spesialisasi tersebut, maka hasil yang didapatkan akan lebih maksimal. Berdasarkan penelitian, penurunan berat badan 5–10% mempunyai efek yang menguntungkan terhadap perbaikan kesehatan, seperti perbaikan tekanan darah, perbaikan kadar gula darah, perbaikan kadar lemak.

Pembicara kedua, Dr. Med. Benny Santosa, SpPD mengatakan, WHO memperkirakan, bahwa usia penyandang DM di Negara–negara berkembang nantinya berkisar antara 45 – 60 tahun. WHO memperkirakan jumlah penyandang DM diseluruh dunia tahun 2025 akan mencapai sekitar 230 juta. Beberapa Perhimpunan Diabetes International yang lain malah memprediksikan jumlah yang lebih tinggi, yaitu sekitar 300 juta. Di Indonesia sendiri diperkirakan akan terdapat lebih dari 20 juta penyandang DM di tahun 2025.

Dr. Benny melaporkan, bahwa beberapa tahun terakhir telah diadakan perubahan klasifikasi dan criteria DM untuk mempermudah diagnosis secara dini. Di praktek sehari–hari pada DM dibedakan antara lain, Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) penyandang DM yang termasuk di dalam kelompok ini pada umumnya berusia dibawah 35 tahun. Mereka dari awal membutuhkan terapi dengan insulin utuk menurunkan kadar gula darahnya disamping pola hidup sehat. Di Indonesia penyandang DMTI sangat jarang ditemukan, jumlahnya tidak mencapai 5% dari jumlah keseluruhan.

Untuk Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) yaitu penyandang DMTTI belum memerlukan pemberian Insulin pada awal penyakit DM. Obat yang diperlukan adalah untuk meningkatkan sekresi Insulin disamping pola hidup sehat. Jumlah penyandang DMTTI di Indonesia diperkirakanan lebih dari 90% dari jumlah keseluruhan.

Hiperbarik Oksigen
DR. Dr. Suyanto Sidik, SpPD mengatakan, penuaan dini biasanya ditandai dengan kulit wajah bergaris, keriput, kendur, pigmentasi dan tekstur. Proses penuaan dini pun dapat mengakibatkan munculnya berbagai penyakit dan kegagalan organ.

Menurut Suyatno, pada usia 30 tahun, kadar oksigen mengalami penurunan hingga 24 persen. Pada usia 40 tahun, kadar oksigen berkurang hingga 50 persen dan tingginya polusi dapat menyebabkan hilangnya oksigen lebih tinggi lagi. Normalnya kulit akan mempengaruhi dengan sendirinya setiap 28 hari, namun jika oksigen dan gizi kurang dalam tubuh, proses reproduksi sel akan melemah atau sel kulit baru menjadi tidak sehat.

Kulit membutuhkan oksigen untuk tetap sehat, karena oksigen membantu produksi kolagen, elastin dan produk lain yang dibutuhkan untuk mendapatkan kulit yang sehat. Semakin bertambah usia manusia, sirkulasi pembuluh kapiler memburuk sehingga pasokan oksigen dan gizi untuk mencapai sel kulit berkurang. Ini mengakibatkan dehidrasi kulit, dan salah satu terapi peremajaan yang baik untuk dipertimbangkan adalah Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT/Hyperbarik Oxygen Therapy) yang belakangan ini kerap digunakan berdampingan dengan obat anti aging.

Suyatno juga menerangkan keuntungan pengobatan HBOT, bahwa pengobatan HBOT yang digabungkan dengan obat anti penuaan adalah memberikan supply oksigen yang cukup ke area yang diobati, sehingga proses penyembuhan pasca operasi dapat dipercepat. Sel–sel sehat secara cepat muncul kembali dan si pasien akan measa lebih sehat.

Durasi dan biaya untuk setiap perawatan bervariasi, bergantung pada kondisi medis pasien. Pasien cukup menjalani beberapa pemeriksaan sebelum melakukan terapi, pelaksanaan cukup aman di ruangan khusus dengan pengawasan tenaga yang ahli dan terampil. Terapi oksigen merupakan salah satu guna mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis, tujuan utama pemberian oksigen adalah untuk mengatasi keadaan hipoksemia sesuai dengan hasil analisis gas darah, serta dapat membantu penyembuhan luka akibat diabetes mellitus.

"Banyak diantara kita belum mengetahui betapa pentingnya oksigen untuk menyembuhkan jaringan tubuh yang rusak, baik di kulit, otot ataupun tulang. Tetapi oksigen hiperbarik adalah proses pemberian oksigen 100% di ruangan bertekanan 2 sampai 3 ATA. Tetapi oksigen hiperbarik pada awalnya digunakan untuk penyelam dari sebuah kondisi berbahaya yang dikenal dengan penyakit pengurangan tekanan udara atau penyakit Decompresi/bends yang terjadi karena gelembung gas niotrogen yang dapat membawa ke kematian. Perawatan hiperbarik ini mengurangi efek negative dari nitrogen.

Terapi oksigen memegang peranan penting dalam mempercepat proses penyembuhan pasca operasi, memperbaiki kondisi medis dan meningkatkan kesehatan terhadap individu secara menyeluruh.

Terapi oksigen hiperbarik untuk mengobati penyakit seperti susah berkonsentrasi, peka, autism, dan migraine, kerusakan jaringan karena radiasi. Ketika disalurkan pada pasien, HBOT membawa perubahan yang baik, seperti berkurangnya bubble size, hyperoxygenation, vasoconstriction, angiongenesis, memperbaiki perkembangan fibroblast, menghentikan racun, dan meningkatkan antibody alami tubuh.
- 31 Juli 2009

Sumber :
Pusdalin-IDI
http://www.idionline.org/artikel/341
14 September 2009

Obesitas, bikin dekat penyakit ????

Obesitas merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.

Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
• Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
• Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
• Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.
Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk.

Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak; kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause.

Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.


Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:

1. Faktor genetik.
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas.
Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

2. Faktor lingkungan.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya).
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

3. Faktor psikis.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya.
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.

Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.

4. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
- Hipotiroidisme
- Sindroma Cushing
- Sindroma Prader-Willi
- Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.

5. Obat-obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.

6. Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.
Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal.
Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang.
Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:
- Diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa)
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Stroke
- Serangan jantung (infark miokardium)
- Gagal jantung
- Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
- Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
- Gout dan artritis gout
- Osteoartritis
- Tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
- Sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk).

Di seluruh dunia, angka kejadian kanker meningkat lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk. Walaupun telah diketahui bahwa obesitas meningkatkan angka kejadian kanker, namun risiko secara kuantistas dan kanker mana yang risikonya meningkat masih perlu evaluasi lebih lanjut. The American Institute for Cancer Research dan the World Cancer Research Fund International telah mengumpulkan anggotanya untuk mengevaluasi risiko kanker. Data yang dibahas adalah data dari 7000 penelitian yang telah dipublikasikan.

Hasil dari review yang dilakukan:

• Obesitas bermakna meningkatkan risiko dari 6 janis kanker: kanker kolon, ginjal, pankreas, eosofagus, serta kanker endometrium dan payudara pada wanita pasca menopause.

• Peningkatan berat badan beberapa pon atau gemuk berlebih akan meningkatkan risiko kanker.

• Peningkatan konsumsi daging merah meningkatkan risiko kanker sebesar 15%.

• Peningkatan konsumsi daging olahan meningkatkan risiko kanker kolorektal. Berhubungan dengan hasil ini, para peneliti membuat rekomendasi untuk pencegahan kanker (berhubungan dengan berat badan):

• Usahakan berada dalam kisaran berat badan yang normal, (selangsing mungkin).

• Konsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan (buah, sayur, beras, dan kacang polong).

• Hindari konsumsi daging merah 18 ons per minggu.

• Hindari sebisa mungkin konsumsi daging olahan.

• Usahakan aktifitas fisik sebanyak mungkin.

• Tetap memenuhi kebutuhan gizi, melalui makanan.

• Konsumsi makanan tanpa-kalori, seperti minuman manis harus dibatasi

• Pembatasan konsumsi alkohol

• Pasien yang telah berhasil sembuh dari kanker harus mengikuti rekomendasi ini. Ditambahkan bahwa obesitas meningkatkan risiko pembentukan batu empedu, dan adanya batu empedu ini meningkatkan risiko kanker kandung empedu, yang diperkirakan terjadi dari supersaturasi kolesterol. Kegemukan mempengaruhi kadar hormon yang bersirkulasi seperti insulin, insulin-like growth factors dan estrogen, yang akan memunculkan keadaan yang memacu karsinogenesis dan mengurangi apoptosis. Hal ini merangsang respon inflamasi tubuh yang akan mengarah pada mulainya dan progresifitas beberapa kanker.

(dari berbagai sumber)
- 24 Juli 2009

Sumber :
Anastasia AH
http://www.kagakribet.com/sex.php/505x0799x59O/Obesitas-bikin-dekat-penyakit.html
14 September 2009

Obesitas Memicu Penuaan Dini

Proses penuaan yang ditandai penurunan fungsi organ tubuh terbukti bisa dicegah, dihambat, bahkan dipulihkan. Salah satu upaya efektif adalah mengurangi faktor risiko, terutama obesitas dengan segala komplikasinya.

Menurut Prof Walujo Soerjodibroto dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam simposium ilmiah Perhimpunan Kedokteran Anti-Penuaan Indonesia, Sabtu (18/7) di Jakarta, obesitas dengan komplikasi merupakan faktor risiko terpenting penuaan dini.

Di Indonesia, menurut Ketua Pusat Studi Kedokteran Anti-Penuaan Universitas Udayana Prof Wimpie Pangkahila, kualitas hidup manusia Indonesia termasuk rendah, ditandai dengan usia harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan negara lain di Asia dan tingginya angka kesakitan.

Proses penuaan terjadi sejak dalam kandungan sampai usia lanjut. Hal ini tak hanya terkait masalah estetika atau penampilan, tetapi juga kemampuan organ tubuh. Bila fungsi organ tubuh terganggu karena sakit, usia fisiologis seseorang bisa lebih tua daripada umurnya sehingga kualitas hidup menurun.

Obesitas adalah salah satu hal yang memengaruhi perkembangan penyakit dan kualitas hidup. Menurut dr Suharto dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, obesitas terkait dengan risiko kelainan kardiovaskular seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, dan usia harapan hidup.

Mengubah pola pikir

Masalah obesitas ini tergolong kronis dan sangat sulit diatasi. Menurut Walujo, upaya pencegahan dini lebih mudah mencapai keberhasilan, yaitu saat kondisi pasien masih overweight.

Selama ini terapi obesitas identik dengan pengurangan makan yang tak nyaman dan sering gagal. ”Idealnya, terapi obesitas melibatkan dua aspek utama, yaitu mengurangi makan dan meningkatkan pengeluaran energi dengan olahraga,” katanya.

”Kalau program diikuti dengan baik, pasien mendapat reward berupa rasa nyaman dan berhasil menurunkan berat badan. Bila tidak disiplin, ia mengalami hal tidak menyenangkan,” ujarnya.

Pasien juga perlu bantuan, seperti obat-obatan, konsultasi nutrisi dan kesehatan, termasuk modifikasi perilaku, akupunktur, serta segala cara untuk meningkatkan kemauan terapi tanpa merugikan kesehatan. Cara cepat dan aman adalah hipnoterapi.

Latihan fisik teratur jadi faktor penentu pencegahan dan penanggulangan obesitas. ”Untuk menyeimbangkan asupan kalori dengan pengeluaran, perlu aktivitas otot terkendali. Penurunan berat badan akan terjadi dengan perubahan positif dalam fungsi kardiovaskular, respirasi, metabolisme, dan kesehatan umum,” kata Suharto. (EVY)
- 21 Juli 2009

Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/21/07435832/obesitas.memicu.penuaan.dini
14 September 2009