Minggu, 13 September 2009

Perangi Obesitas Sekarang


Umumnya sebagian besar orang kurang mengenal istilah "obesitas". Bahkan mungkin orang-orang hanya asal menyamakan arti obesitas dengan kegemukan dan tidak terlalu pusing mempermasalahkannya. Padahal di negara-negara maju, obesitas sudah menjadi masalah yang sangat serius diperhatikan dan ditangani mulai dari usia anak-anak sekolah sampai usia orang dewasa. Umumnya penanganan di negara-negara maju lebih fokus pada pencegahan daripada pengobatan atau perawatan.

Obesitas Adalah Penyakit
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan dan dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila ukuran dan jumlah sel lemak bertambah. Salah besar kalau orang beranggapan masalah obesitas itu hanya akibat kurang kontrol diri dalam mengatasi nafsu makan. Obesitas sekarang ini telah menjadi masalah kesehatan paling mendesak, baik di negara maju maupun negara berkembang. Apalagi banyak yang mengakui bahwa masalah obesitas adalah masalah kesehatan yang sulit diatasi.

"Obesitas mempengaruhi kehidupan kita. Tidak peduli usia, gender, status sosial, ekonomi, maupun etnis," kata Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, D.T.M & H., SpPD-KEMD. FACE, Kepala Divisi Metabolik-Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. "Selama ini sebagian besar waktu telah dihabiskan untuk menangani akibat dari obesitas, padahal seharusnya ditujukan kepada penyebabnya. Pada saat ini, terlihat bahwa sebagian besar dokter tidak menangani obesitas dengan efektif, dan banyak pasien merasa tidak mendapatkan penanganan yang memadai untuk menurunkan berat badannya. Kemudian pasien yang ditangani tersebut harus mengikuti diet yang tidak realistis dan terlalu ketat untuk membuat perubahan yang tidaklah mungkin dipertahankan dalam jangka waktu yang lama," jelas Prof. Sidartawan.

Apa penyebab utama obesitas?
Peningkatan konsumsi makanan pada energi yang banyak mengandung lemak dan karbohidrat, serta kurangnya kegiatan jasmani merupakan penyebab utama obesitas. "You are what you eat", yang berarti Anda adalah apa yang Anda makan.

Dari penelitian tahun 1994 ditemukan satu hormon di sel lemak yang dinamakan leptin. Ditemukan bahwa semakin banyak leptin maka semakin gemuklah seseorang. Leptin ini merupakan hormon yang sangat berperan pada terjadinya obesitas dan diabetes tipe 2. Sekarang sudah jelas diketahui bahwa kegagalan resistansi insulin terjadi karena kegagalan leptin untuk berfungsi sebagai penghambat penimbunan lemak, sehingga akan terjadi penimbunan asam lemak di hati, otot, pankreas, dan jantung. Sebagai konsekuensinya terjadinya diabetes tipe 2. Penimbunan asam lemak di jantung juga mempunyai dampak tersendiri baik terhadap struktur dan fungsi jantung. Jadi semakin jelaslah hubungan antara obesitas dengan diabetes mellitius tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

Bagaimana mengatasi kegemukan?
Sehat dan langsing adalah "impian" semua orang. Untuk meraih impian tersebut seringkali orang enggan bersusah payah menjalani diet atau kebiasaan pola makan yang sehat. Maunya yang serba instan. Sebaiknya sebelum melangkah, pahami terlebih dahulu masalah kegemukan. Kita harus memahami bahwa tubuh kita terdiri atas tulang, otot, air dan lemak. Sasaran penanganan obesitas adalah lemak perut karena paling banyak menyebabkan penyakit. Kita harus berhati-hati, terutama pada terapi yang sifatnya instan. Jangan sampai lemak yang dihilangkan adalah lemak di bawah kulit yang sebenarnya penting untuk kesehatan kulit dan kebutuhan energi. Hindari diet yang serampangan, karena dapat menyebabkan penurunan jumlah otot, kekurangan zat-zat penting bagi tubuh, kekurangan cairan, bahkan elektrolit cairan. Akibatnya seseorang malah bisa jatuh sakit. Perlu dipahami juga bahwa penanganan obesitas yang baik adalah menurunkan berat badan dan mempertahankan hasilnya.

Ada 4 pilar utama untuk penurunan berat badan yaitu pola pikir positif, pengaturan makan (diet) rendah lemak rendah kalori, aktivitas fisik dan pengobatan. Ciptakan lingkungan yang mendukung Anda untuk dapat mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan tinggi serat, serta manfaatkan fasilitas yang tersedia untuk melakukan kegiatan jasmani. Lakukan terapi diet di mana jumlah kalori makanan yang masuk diatur sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, aktifitas juga ditingkatkan. Lakukan juga terapi perilaku, farmakoterapi, dan lainnya. Yang pasti, konsultasikan dengan dokter yang ahli di bidangnya.

"Walk 30 minutes! Ini istilah yang selalu saya gunakan kepada pasien saya. Di mana pun Anda berada. Selain itu, lakukan kebiasaan hidup sehat dengan cara: Makan lebih banyak sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan whole grain. Kurangi asupan makanan berlemak dan manis. Tapi yang paling pemting adalah selalu punya semangat untuk mengubah pola dan perilaku makan Anda. Pokoknya harus ada extra effort jika ingin sehat dan terhindar dari obesitas," demikian penjelasan Prof. Sidartawan.

Penanganan obesitas yang benar tidak hanya menurunkan berat badan, melainkan juga dengan penatalaksanaan berat badan dan mempertahanan hasilnya. Banyak orang yang salah paham bahwa program diet untuk meluruhkan lemak. Seringkali yang luruh bukan lemaknya, melainkan hilangnya cairan tubuh. Ini malah akan merugikan diri sendiri karena akan menyebabkan dehidrasi, meningkatnya kolesterol dan asam urat, serta gangguan pada ginjal. Jangan sembarangan melakukan diet, terutama bagi penderita obesitas. Biasanya kelompok orang ini cenderung radikal dalam melakukan program dietnya. Lakukan diet yang sehat.

Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori dalam kehidupan sehari-hari pada setiap orang tidaklah sama, karena tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan kondisi kesehatan. Secara umum kebutuhan kalori seseorang berkisar antara 1800-2500 kalori per hari. Untuk mengurangi asupan kalori yang berlebih, lakukan tips sebagai berikut :
1. Berhentilah makan sebelum kenyang.
2. Jangan banyak mengkonsumsi camilan.
3. Jika lapar, konsumsi camilan sehat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
4. Pilih cara memasak yang tidak digoreng, gantilah dengan cara mengukus, merebus atau menumis.
5. Kurangi makanan berlemak, karena tiap gram lemak menghasilkan kalori yang lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein.
6. Kurangi makan makanan yang manis.
(Smart Living) Hendra

Sumber :
http://www.sportindo.com/page/45/Exercise_Healthy_Living/Articles_Tips/Perangi_Obesitas_Sekarang.html
14 September 2009

Sumber Gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikv_1b5mWFVum938pXu11y-aSfH_Qj9kovR0bHNd4y-eTcx5Gj6aAPyk15784X22CBMrXe1z9TDx5L19FQaYuZ4CvQ7oSVP9ngHKriAbsTCYxTEOWiwnC8riA4rRmsgKOxc0XdT7BHweOL/s400/obesitas+pada+anak.jpg

Obesitas Bisa Rusak Jaringan Otak

SATU lagi alasan untuk mulai mengurangi berat badan. Studi teranyar menunjukkan, orang yang kegemukan atau obesitas memiliki jaringan otak 8 persen lebih sedikit dibanding pada orang yang berat badannya normal. Akibatnya, otak mengalami kemunduran sampai 16 tahun lebih tua dibanding orang yang tak terlalu banyak lemak.

Di lain pihak, mereka yang masih dalam taraf kegemukan ternyata juga mengalami kemunduran otak. Orang gemuk memiliki jaringan otak empat persen lebih sedikit, dan otaknya terlihat lebih tua 8 tahun. Kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan pemindaian otak 94 orang berusia 70 tahun. Menurut ketua peneliti, Paul Thomson, hasil studi ini mewakili kemunduran otak berat pada orang obesitas.

"Berkurangnya jaringan otak bisa berakibat pada menurunnya kemampuan kognitif dan beresiko pada penyakit Alzheimer atau penyakit lain yang menyerang otak," kata Thomson, yang juga profesor saraf dari UCLA, AS, ini. "Meski begitu, risiko terkena Alzheimer bisa dikurangi bila pola makan kita sehat dan berat badan selalu terkontrol," katanya.

Selama ini para ahli kesehatan telah menyerukan bahaya dari kegemukan terhadap kesehatan, misalnya saja penyakit jantung, diabetes, hipertensi, kanker, dan menurunnya kemampuan seksual. Para ahli bahkan mengatakan orang dewasa yang kegemukan mendapat masalah kesehatan kronis lebih parah dibanding para perokok berat maupun orang yang sangat miskin.

Menurut badan kesehatan dunia (WHO), saat ini lebih dari 300 juta orang di dunia tergolong obesitas. Jutaan lainnya kegemukan. Penyebab utamanya, menurut para ahli adalah pola makan yang buruk, termasuk kebiasaan mengonsumsi makanan yang diproses.

Orang yang obesitas akan kehilangan jaringan otak di bagian depan dan bagian temporal lobes, area otak yang sangat penting untuk memori dan perencanaan. Selain itu, area lain yang terganggu adalah anterior cingulate gyrus (berfungsi untuk memusatkan perhatian), hippocampus (memori jangka panjang), dan basal ganglia (untuk pergerakan).

Sedangkan orang yang termasuk kegemukan, mengalami kehilangan jaringan otak di area basal ganglia, corona radiata, serta parietal lobe (berfungsi sebagai sensori).

"Otak orang yang obesitas mengalami kemunduran 16 tahun dibanding orang yang kurus. Sedangkan orang yang kegemukan kemundurannya 8 tahun," kata Thomson.
- 26 Agustus 2009

Sumber :
Kompas.com dalam :
http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/20389/obesitas-bisa-rusak-jaringan-otak
14 September 2009

Terlilit Hutang ? Obesitas Di Depan Mata

Orang yang hidupnya terlilit hutang besar cenderung mengalami obesitas, setidaknya ini yang disebutkan oleh sejumlah peneliti di Jerman. Hasil riset menemukan, mereka yang mustahil melunasi hutang-hutangnya pada batas waktu tertentu atau yang disebut sebagai "Overindebted", dua kali berisiko mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 2.5 kali berisiko mengalami obesitas.

Untuk meneliti bagaimana hutang dapat mempengaruhi kesehatan, Eva Muenster dari University of Mainz beserta rekannya, melakukan survey terhadap 949 responden yang sedang melakukan konseling untuk mengatasi hutang yang melilitnya. Mereka kemudian membandingkannya dengan 8,318 responden lainnya yang tidak terlibat hutang.

Dari hasil survey diketahui, sekitar 11 persen responden yang memiliki banyak hutang mengalami obesitas berbanding 25 persen dari kelompok responden yang tidak punya hutang. Mereka yang hidupnya terlilit hutang besar ternyata berasal dari kalangan usia muda, kurang terpelajar dan kurang mampu. Selain mengalami kelebihan berat badan dan obesitas, mereka juga diketahui mengalami depresi dan memiliki gaya hidup tidak sehat seperti merokok setiap hari.

Menurut para peneliti, faktor psikologis memberikan kontribusi besar terhadap risiko kelebihan berat badan atau obesitas diantara orang-orang yang terlibat hutang. Umumnya, untuk mengatasi stres dan depresinya tersebut, mereka cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan. Jenis makanan yang dipilihnya pun bukan jenis makanan sehat. Hal ini terjadi karena mereka tidak lagi mampu membeli jenis makanan sehat, dan lebih memilih makanan murah yang kaya lemak dan gula hingga akhirnya mengalami kelebihan berat badan.

Tim peneliti mengatakan bahwa, penemuan ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa orang-orang yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas cenderung memiliki banyak hutang karena mereka sulit mendapatkan suatu pekerjaan atau menghasilkan uang lebih dibandingkan dengan orang-orang kurus. [cntq/ais]
- 2 September 2009

Sumber :
http://www.rileks.com/lifestyle/trendz/healthy-life/27329-terlilit-hutang-obesitas-di-depan-mata.html
14 September 2009

Obesitas? Jelek dan Penyakitan!

Obesitas atau kelebihan berat badan kini jadi momok. Maklum, selain membuat penampilan jadi jelek, obesitas juga memicu beragam penyakit. Maka, di mana-mana, orang-orang berperang melawan obesitas.

Los Angeles, AS, adalah salah satu wilayah di muka bumi ini yang kini sangat getol menangani urusan obesitas. Cara yang ditempuh terbilang ekstrem.

Selasa (29/7), Dewan Kota LA bersepakat memberlakukan larangan terhadap rumah makan fast food baru di salah satu daerah termiskin di kota itu. Larangan berlaku setahun. Tujuannya jelas: mengurangi rasio obesitas.

Obesitas adalah istilah yang digunakan bagi orang yang kelebihan massa lemak tubuh. Menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), massa lemak tubuh bisa diukur dengan indeks massa tubuh (BMI). Jika melebihi 30 kilogram/meter, itu termasuk obesitas.

Beberapa pihak mengatakan, untuk orang Indonesia berlaku takaran di atas 25 kilogram/meter yang termasuk obesitas. Rumus BMI adalah berat badan (kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (meter).

Pada 1998, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan obesitas sebagai penyebab kematian kedua di dunia setelah merokok. Lebih dari satu miliar penduduk dunia didera obesitas. Tiap tahun jumlah penderitanya meningkat.

Penyakit yang dipicu obesitas adalah sindroma metabolik dengan risiko penyakit kardiovaskular. Penyakit lain berupa gangguan pernapasan, osteoarthritis, gangguan hormonal, asam urat tinggi, kanker, diabetes, dan stroke.

"Obesitas menimbulkan banyak penyakit. Jadi, pemahaman bahwa gemuk itu indah jelas tidak benar," Kata Dr Aris Wibudi, spesialis penyakit dalam RSPAD Gatot Subroto.

Menurut Aris, penurunan berat badan berdampak baik terhadap penurunan angka kesakitan dan kematian pada penderita obesitas. Penurunan berat badan juga berarti menurunkan risiko berbagai komplikasi penyakit.

Ada beberapa penyebab obesitas. Bisa karena porsi makan berlebihan, malas olahraga, obat-obatan, bisa juga karena faktor genetis. Untuk faktor genetis, menurut sebuah penelitian, 80% dari anak menderita obesitas karena keturunan orangtuanya.

Untuk itulah Walikota LA menghentikan semantara proyek konstruksi restoran cepar saji baru seluas 82 kilometer persegi di area kota tersebut. Ukuran ini bahkan bisa meluas dalam waktu dua tahun.

Larangan ini, tentu, akan mempengaruhi warga LA yang telah memiliki 400 lokasi restoran cepat saji. Jumlah ini berlipat kali lebih banyak dibandingkan jumlah toko sayuran atau toko ikan segar dan makanan sehat.

Suara bulat dari 13 anggota Dewan Kota LA keluar setelah mereka menjalani penelitian selama setahun. Hasilnya, 30% anak-anak di Selatan LA, West Adams, Baldwin Hills, dan Leimert Park menderita obesitas. Di area lain, penderita obesitas hanya 21%.

Selain menunda konstruksi rumah makan cepat saji, langkah mengurangi obesitas juga dilakukan dengan mendukung berdirinya jaringan toko bahan pangan dan bahan makanan segar.

Di pihak lain, bagi mereka yang berbisnis di jaringan makanan cepat saji, langkah itu diartikan tidak adil. Mereka menilai tuduhan sebagai penyebab epidemik obesitas tidak beralasan.

"Secara prinsip, obesitas kan berhubungan dengan apa dan seberapa banyak konsumsi, bukan di mana mereka makan," ujar Andrew Puzder, Chief Executive CKE Restaurants Inc selaku pemilik rumah makan Carl Jr.

Puzder pun menyampaikan keberatannya dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Ketua Dewan Kota LA Eric Garcetti.

Sebenarnya, obesitas bisa dicegah dengan beberapa cara. Yang termudah adalah dengan memulai gaya hidup sehat, menjalani diet, dan berolahraga secara teratur dan tepat.

Konsumsi karbohirat, terutama gula dan daging, bisa dialihkan ke ikan air tawar. Usahakan pula mengkonsumsi cukup sayuran dan buah-buahan setiap hari. Jauhi kebiasaan ngemil.

Untuk mencapai berat badan ideal, bisa juga dengan mengkonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter.

Banyak terapi pelangsingan tubuh menerapkan sedot lemak dan terapi mengurangi lemak secara instan. Padahal, yang tergerus justru lebih banyak lemak di bawah kulit. "Lemak itu sebetulnya sangat penting bagi kulit dan energi," jelas Aris.

Beberapa kota besar di AS mulai mempertimbangkan gebrakan Dewan Kota LA. Mereka mulai memaksa rumah makan menerapkan standar kesehatan.

Di Kalifornia, misalnya, kini ada larangan penjualan minuman ringan di SD dan SMP di seluruh negara bagian tersebut. Di New York, ada peraturan yang mengharuskan restoran cepat saji memasang daftar kandungan kalori di konter mereka.
- 2 Agustus 2008

Sumber :
Vina Ramitha
http://www.inilah.com/berita/gaya-hidup/2008/08/02/41621/obesitas-jelek-dan-penyakitan/
14 September 2009

Obesitas dan DM

Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang–kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah 10,3% (laki–laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak–anak usia 6–14 tahun pada laki–laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5–17 tahun. Demikian dikatakan Dr. Cindiawaty Pudjiadi MARS, MS, SpGK dalama acara Seminar Awam dengan Topik "Obesitas – Diabetes Mellitus – Hiperbarik Oksigen" yang disertai peresmian Gading Hyperbaric Center dalam rangka HUT ke–4 Rumah Sakit Gading Pluit yang diselenggarakan sabtu, 25 Juli 2009.

Dr. Cindiawaty Pudjiadi, menambahkan, bahwa obesitas merupakan penyakit kronik yang prevalensinya semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan apabila indeks massa tubuh (IMT) kurang lebih 25 kg/m2 untuk orang Asia, sedangkan IMT 23–24.9 termasuk overweight. Obesitas perlu mendapat perhatian yang serius, karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terkena penyakit–penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, stroke dll, dengan makin meningkatnya IMT.

Obesitas terjadi karena asupan makanan yang lebih besar, dibandingkan dengan yang dibutuhkan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kebiasaan makan, kurang olah raga, perilaku kurangnya melakukan aktivitas, dll. Untuk mengatasi masalah obesitas ini perlu dilakukan penanganan yang terpadu antara diet, oleh raga, perubahan perilaku, bila perlu dengan medikamentosa yang dimonitor oleh dokter atau pembedahan untuk kasus–kasus obesitas yang berat. Di RS Gading Pluit, penanganan obesitas dilakukan secara terpadu, dimana melibatkan beberapa bidang spesialisasi yaitu penyakit dalam, Jantung, Bedah Digestif, Psikiatri dan Gizi. Dengan melibatkan berbagai spesialisasi tersebut, maka hasil yang didapatkan akan lebih maksimal. Berdasarkan penelitian, penurunan berat badan 5–10% mempunyai efek yang menguntungkan terhadap perbaikan kesehatan, seperti perbaikan tekanan darah, perbaikan kadar gula darah, perbaikan kadar lemak.

Pembicara kedua, Dr. Med. Benny Santosa, SpPD mengatakan, WHO memperkirakan, bahwa usia penyandang DM di Negara–negara berkembang nantinya berkisar antara 45 – 60 tahun. WHO memperkirakan jumlah penyandang DM diseluruh dunia tahun 2025 akan mencapai sekitar 230 juta. Beberapa Perhimpunan Diabetes International yang lain malah memprediksikan jumlah yang lebih tinggi, yaitu sekitar 300 juta. Di Indonesia sendiri diperkirakan akan terdapat lebih dari 20 juta penyandang DM di tahun 2025.

Dr. Benny melaporkan, bahwa beberapa tahun terakhir telah diadakan perubahan klasifikasi dan criteria DM untuk mempermudah diagnosis secara dini. Di praktek sehari–hari pada DM dibedakan antara lain, Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) penyandang DM yang termasuk di dalam kelompok ini pada umumnya berusia dibawah 35 tahun. Mereka dari awal membutuhkan terapi dengan insulin utuk menurunkan kadar gula darahnya disamping pola hidup sehat. Di Indonesia penyandang DMTI sangat jarang ditemukan, jumlahnya tidak mencapai 5% dari jumlah keseluruhan.

Untuk Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) yaitu penyandang DMTTI belum memerlukan pemberian Insulin pada awal penyakit DM. Obat yang diperlukan adalah untuk meningkatkan sekresi Insulin disamping pola hidup sehat. Jumlah penyandang DMTTI di Indonesia diperkirakanan lebih dari 90% dari jumlah keseluruhan.

Hiperbarik Oksigen
DR. Dr. Suyanto Sidik, SpPD mengatakan, penuaan dini biasanya ditandai dengan kulit wajah bergaris, keriput, kendur, pigmentasi dan tekstur. Proses penuaan dini pun dapat mengakibatkan munculnya berbagai penyakit dan kegagalan organ.

Menurut Suyatno, pada usia 30 tahun, kadar oksigen mengalami penurunan hingga 24 persen. Pada usia 40 tahun, kadar oksigen berkurang hingga 50 persen dan tingginya polusi dapat menyebabkan hilangnya oksigen lebih tinggi lagi. Normalnya kulit akan mempengaruhi dengan sendirinya setiap 28 hari, namun jika oksigen dan gizi kurang dalam tubuh, proses reproduksi sel akan melemah atau sel kulit baru menjadi tidak sehat.

Kulit membutuhkan oksigen untuk tetap sehat, karena oksigen membantu produksi kolagen, elastin dan produk lain yang dibutuhkan untuk mendapatkan kulit yang sehat. Semakin bertambah usia manusia, sirkulasi pembuluh kapiler memburuk sehingga pasokan oksigen dan gizi untuk mencapai sel kulit berkurang. Ini mengakibatkan dehidrasi kulit, dan salah satu terapi peremajaan yang baik untuk dipertimbangkan adalah Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT/Hyperbarik Oxygen Therapy) yang belakangan ini kerap digunakan berdampingan dengan obat anti aging.

Suyatno juga menerangkan keuntungan pengobatan HBOT, bahwa pengobatan HBOT yang digabungkan dengan obat anti penuaan adalah memberikan supply oksigen yang cukup ke area yang diobati, sehingga proses penyembuhan pasca operasi dapat dipercepat. Sel–sel sehat secara cepat muncul kembali dan si pasien akan measa lebih sehat.

Durasi dan biaya untuk setiap perawatan bervariasi, bergantung pada kondisi medis pasien. Pasien cukup menjalani beberapa pemeriksaan sebelum melakukan terapi, pelaksanaan cukup aman di ruangan khusus dengan pengawasan tenaga yang ahli dan terampil. Terapi oksigen merupakan salah satu guna mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis, tujuan utama pemberian oksigen adalah untuk mengatasi keadaan hipoksemia sesuai dengan hasil analisis gas darah, serta dapat membantu penyembuhan luka akibat diabetes mellitus.

"Banyak diantara kita belum mengetahui betapa pentingnya oksigen untuk menyembuhkan jaringan tubuh yang rusak, baik di kulit, otot ataupun tulang. Tetapi oksigen hiperbarik adalah proses pemberian oksigen 100% di ruangan bertekanan 2 sampai 3 ATA. Tetapi oksigen hiperbarik pada awalnya digunakan untuk penyelam dari sebuah kondisi berbahaya yang dikenal dengan penyakit pengurangan tekanan udara atau penyakit Decompresi/bends yang terjadi karena gelembung gas niotrogen yang dapat membawa ke kematian. Perawatan hiperbarik ini mengurangi efek negative dari nitrogen.

Terapi oksigen memegang peranan penting dalam mempercepat proses penyembuhan pasca operasi, memperbaiki kondisi medis dan meningkatkan kesehatan terhadap individu secara menyeluruh.

Terapi oksigen hiperbarik untuk mengobati penyakit seperti susah berkonsentrasi, peka, autism, dan migraine, kerusakan jaringan karena radiasi. Ketika disalurkan pada pasien, HBOT membawa perubahan yang baik, seperti berkurangnya bubble size, hyperoxygenation, vasoconstriction, angiongenesis, memperbaiki perkembangan fibroblast, menghentikan racun, dan meningkatkan antibody alami tubuh.
- 31 Juli 2009

Sumber :
Pusdalin-IDI
http://www.idionline.org/artikel/341
14 September 2009

Obesitas, bikin dekat penyakit ????

Obesitas merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.

Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
• Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
• Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
• Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.
Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk.

Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak; kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause.

Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas.


Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:

1. Faktor genetik.
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas.
Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

2. Faktor lingkungan.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya).
Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

3. Faktor psikis.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya.
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.

Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.

4. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
- Hipotiroidisme
- Sindroma Cushing
- Sindroma Prader-Willi
- Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.

5. Obat-obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.

6. Faktor perkembangan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.
Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal.
Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang.
Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:
- Diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa)
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Stroke
- Serangan jantung (infark miokardium)
- Gagal jantung
- Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
- Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
- Gout dan artritis gout
- Osteoartritis
- Tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
- Sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk).

Di seluruh dunia, angka kejadian kanker meningkat lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk. Walaupun telah diketahui bahwa obesitas meningkatkan angka kejadian kanker, namun risiko secara kuantistas dan kanker mana yang risikonya meningkat masih perlu evaluasi lebih lanjut. The American Institute for Cancer Research dan the World Cancer Research Fund International telah mengumpulkan anggotanya untuk mengevaluasi risiko kanker. Data yang dibahas adalah data dari 7000 penelitian yang telah dipublikasikan.

Hasil dari review yang dilakukan:

• Obesitas bermakna meningkatkan risiko dari 6 janis kanker: kanker kolon, ginjal, pankreas, eosofagus, serta kanker endometrium dan payudara pada wanita pasca menopause.

• Peningkatan berat badan beberapa pon atau gemuk berlebih akan meningkatkan risiko kanker.

• Peningkatan konsumsi daging merah meningkatkan risiko kanker sebesar 15%.

• Peningkatan konsumsi daging olahan meningkatkan risiko kanker kolorektal. Berhubungan dengan hasil ini, para peneliti membuat rekomendasi untuk pencegahan kanker (berhubungan dengan berat badan):

• Usahakan berada dalam kisaran berat badan yang normal, (selangsing mungkin).

• Konsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan (buah, sayur, beras, dan kacang polong).

• Hindari konsumsi daging merah 18 ons per minggu.

• Hindari sebisa mungkin konsumsi daging olahan.

• Usahakan aktifitas fisik sebanyak mungkin.

• Tetap memenuhi kebutuhan gizi, melalui makanan.

• Konsumsi makanan tanpa-kalori, seperti minuman manis harus dibatasi

• Pembatasan konsumsi alkohol

• Pasien yang telah berhasil sembuh dari kanker harus mengikuti rekomendasi ini. Ditambahkan bahwa obesitas meningkatkan risiko pembentukan batu empedu, dan adanya batu empedu ini meningkatkan risiko kanker kandung empedu, yang diperkirakan terjadi dari supersaturasi kolesterol. Kegemukan mempengaruhi kadar hormon yang bersirkulasi seperti insulin, insulin-like growth factors dan estrogen, yang akan memunculkan keadaan yang memacu karsinogenesis dan mengurangi apoptosis. Hal ini merangsang respon inflamasi tubuh yang akan mengarah pada mulainya dan progresifitas beberapa kanker.

(dari berbagai sumber)
- 24 Juli 2009

Sumber :
Anastasia AH
http://www.kagakribet.com/sex.php/505x0799x59O/Obesitas-bikin-dekat-penyakit.html
14 September 2009

Obesitas Memicu Penuaan Dini

Proses penuaan yang ditandai penurunan fungsi organ tubuh terbukti bisa dicegah, dihambat, bahkan dipulihkan. Salah satu upaya efektif adalah mengurangi faktor risiko, terutama obesitas dengan segala komplikasinya.

Menurut Prof Walujo Soerjodibroto dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam simposium ilmiah Perhimpunan Kedokteran Anti-Penuaan Indonesia, Sabtu (18/7) di Jakarta, obesitas dengan komplikasi merupakan faktor risiko terpenting penuaan dini.

Di Indonesia, menurut Ketua Pusat Studi Kedokteran Anti-Penuaan Universitas Udayana Prof Wimpie Pangkahila, kualitas hidup manusia Indonesia termasuk rendah, ditandai dengan usia harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan negara lain di Asia dan tingginya angka kesakitan.

Proses penuaan terjadi sejak dalam kandungan sampai usia lanjut. Hal ini tak hanya terkait masalah estetika atau penampilan, tetapi juga kemampuan organ tubuh. Bila fungsi organ tubuh terganggu karena sakit, usia fisiologis seseorang bisa lebih tua daripada umurnya sehingga kualitas hidup menurun.

Obesitas adalah salah satu hal yang memengaruhi perkembangan penyakit dan kualitas hidup. Menurut dr Suharto dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, obesitas terkait dengan risiko kelainan kardiovaskular seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, dan usia harapan hidup.

Mengubah pola pikir

Masalah obesitas ini tergolong kronis dan sangat sulit diatasi. Menurut Walujo, upaya pencegahan dini lebih mudah mencapai keberhasilan, yaitu saat kondisi pasien masih overweight.

Selama ini terapi obesitas identik dengan pengurangan makan yang tak nyaman dan sering gagal. ”Idealnya, terapi obesitas melibatkan dua aspek utama, yaitu mengurangi makan dan meningkatkan pengeluaran energi dengan olahraga,” katanya.

”Kalau program diikuti dengan baik, pasien mendapat reward berupa rasa nyaman dan berhasil menurunkan berat badan. Bila tidak disiplin, ia mengalami hal tidak menyenangkan,” ujarnya.

Pasien juga perlu bantuan, seperti obat-obatan, konsultasi nutrisi dan kesehatan, termasuk modifikasi perilaku, akupunktur, serta segala cara untuk meningkatkan kemauan terapi tanpa merugikan kesehatan. Cara cepat dan aman adalah hipnoterapi.

Latihan fisik teratur jadi faktor penentu pencegahan dan penanggulangan obesitas. ”Untuk menyeimbangkan asupan kalori dengan pengeluaran, perlu aktivitas otot terkendali. Penurunan berat badan akan terjadi dengan perubahan positif dalam fungsi kardiovaskular, respirasi, metabolisme, dan kesehatan umum,” kata Suharto. (EVY)
- 21 Juli 2009

Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/21/07435832/obesitas.memicu.penuaan.dini
14 September 2009

Obesitas Persingkat Usia

Penderita obesitas dengan berat badan 80 kg atau lebih daripada berat normal diketahui akan meninggal dalam kurun waktu 3 atau 12 tahun lebih cepat ketimbang individu pemilik berat badan normal. Sedangkan, individu dengan kelebihan berat badan normal atau obesitas ringan, dimungkinkan hidup dengan normal. Demikian laporan singkat hasil penelitian seperti yang dikutip dari Healthday, Jumat (28/8).

Awal penelitian mencerminkan, memiliki kelebihan berat badan ringan mungkin tidak akan merasakan dampak tertentu saat menjalani kehidupan normal. Sebaliknya, memiliki berat badan jauh dari normal secara dramatis mempersempit kesempatan menjalani kehidupan secara normal.

Bersumber pada Departemen Kesehatan AS, diketahui 66 % dari orang dewasa di AS menderita obesitas dan kelebihan berat badan. Sekitar sepertiganya merupakan penderita obesitas. Artinya, mereka memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)-sebuah rasio pembanding antara berat dan tinggi tubuh-- sekitar 30 atau lebih. Sekitar 6 persen diantara tergolong obsesitas ekstrim dengan Indeks Massa tubuh sekitar 40 atau lebih tinggi.

Penelitian ini dilakukan oleh ahli ekonomis di RTI International, sebuah organisasi riset non profit yang berlokasi di Research Triangle Park, New York City, AS. Penelitian sendiri menganalisa data nasional penduduk AS yang berjumlah 366.000.

Ketua tim peneliti, Eric Fickelstein mengatakan penderita obestitas ringan mungkin bisa menjalani hidup secara normal dikarenakan kini begitu banyak pengobatan yang efektif guna mengkontrol masalah kesehatan yang terkait masalah berat badan seperti tingginya kolesterol, tekanan darah tinggi dan diabetes. (cr2/rin)
- 28 Agustus 2009

Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/72501/Obesitas_Persingkat_Usia
14 September 2009

Mencegah Obesitas pada Anak

Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami berbagai usia bahkan anak-anak. Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di dalam Academic Pediatric baru-baru ini, jumlah anak-anak yang menderita obesitas mengalami peningkatan sebesar tiga kali lipat dalam 25 tahun terakhir.

Obesitas dapat menimbulkan berbagai dampak buruk terhadap kehidupan anak, mulai dari gangguan kesehatan, hingga masalah emosional dan sosial. Selain itu, individu yang menderita obesitas ketika kecil, berpotensi menderita obesitas saat berusia dewasa, dan berisiko mengalami sejumlah masalah kesehatan serius seperti penyakit jantung dan stroke.

Penyebab obesitas
Terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab obesitas, mulai dari faktor genetik, pola makan, hingga aktivitas fisik.

1. Faktor genetik
Seorang anak yang memiliki kerabat dekat dengan berat badan berlebih, cenderung akan menghadapi masalah yang sama. Akan tetapi, faktor genetik tidak menjadi satu-satunya penentu. Masalah obesitas baru muncul ketika anak mengonsumsi kalori dalam jumlah berlebih.

2. Pola makan
Fast food, snack, dan soda termasuk makanan dan minuman berkandungan gula tinggi termasuk jenis makanan tidak sehat yang bisa memicu kegemukan. Jenis makanan ini memiliki memiliki kandungan lemak dan atau kalori tinggi, namun rendah nutrisi. Selain itu, pola makan yang tidak disiplin (ngemil) juga dikaitkan dengan masalah obesitas.

3. Aktivitas fisik
Tak dapat dipungkiri, televisi, komputer, dan video games sudah menjadi sangat populer, dan anak-anak lebih memilih menghabiskan waktu mereka untuk bersentuhan dengan berbagai perangkat elektronik tersebut dibandingkan melakukan aktivitas fisik di luar ruangan. Aktivitas di depan layar kaca ini juga membawa kebiasaan buruk lain, yakni mengudap makanan atau ngemil, sehingga semakin meningkatkan risiko obesitas.

Selain tiga faktor di atas, kondisi medis tertentu seperti ketidakseimbangan hormon dan zat kimia serta gangguan metabolisme keturunan juga bisa memicu obesitas. Di samping itu, pengobatan tertentu juga ada yang menyebabkan peningkatan berat badan karena mengubah cara tubuh memproses makanan atau menimbun lemak.

Mencegah obesitas
Kelebihan berat badan dapat dihindari sejak dini. Berikut ini adalah sejumlah cara pencegahan obesitas pada anak berdasarkan kategori usia:

- Usia 0-1 tahun
Menyusui ternyata mampu mencegah kelebihan berat badan pada bayi. Meskipun mekanisme pastinya tidak diketahui, bayi yang mendapatkan ASI dipercaya lebih mampu mengontrol asupan makanan dan mengikuti insting laparnya.

- Usia 2-6 tahun
Mulailah mengajarkan si kecil kebiasaan makan yang baik dengan memperkenalkan berbagai variasi makanan sehat. Dorong anak menjadi aktif dan bantu dia membangun berbagai keahlian.

- Usia 7-12 tahun
Dorong anak agar rajin melakukan aktivitas fisik setiap hari, misalnya bermain sepak bola bersama teman-teman sebaya, bermain basket, atau bermain sepeda. Jika mungkin, bisa juga mendaftarkannya sebagai anggota salah satu klub olahraga.

Di rumah pun, jangan biarkan anak bermalas-malasan tanpa melakukan sesuatu. Ajak mereka melakukan aktivitas fisik, misalnya membereskan rumah, bermain di halaman, dan lain sebagainya.

- Usia 13-17 tahun
Anak remaja biasanya sangat menyukai fast food, tapi coba mengubah kecenderungan tersebut dengan memberikan pilihan kudapan yang lebih sehat, seperti roti lapis isi ayam panggang dan salad. Selain itu, pastikan untuk membatasi jatah kalori dengan menyajikan porsi kecil setiap kali makan. Jangan lupa, dorong pula mereka agar lebih aktif setiap harinya.

- Segala usia
Kurangi interaksi dengan televisi, komputer, dan video games, serta hindari menyantap makanan di depan layar kaca. Sajikan beragam pilihan makanan sehat dan jadikan aktivitas makan sebagai bagian dari ritual kebersamaan anggota keluarga.

Hidangkan buah sebagai pengganti camilan, dan pastikan mereka menyantap buah dan sayur dalam porsi cukup. Selain itu batasi konsumsi minuman yang mengandung gula atau pemanis buatan. Jangan lupa sajikan sarapan sehat setiap pagi.
(red06/mp)
- 9 Agustus 2009

Sumber :
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=43732:mencegah-obesitas-pada-anak-&catid=28:kesehatan&Itemid=48
14 September 2009

Mencegah Obesitas

Mencegah Obesitas Sejak Dini

OBESITAS atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit, ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan, obesitas sebagai epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hal itu terungkap dalam Kongres Nasional (Konas) XI dan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN), Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Ta,pil sebagai pembicara antara lain Prof . Dr. Ahmad H Asdie, SpPD-KEMD Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Sardjito, Yogyakarta.

Menurut Asdie, di usia sekolah umumnya masyarakat menyadari, gemuk merupakan hal yang tidak menyenangkan, terutama akibat penolakan sosial serta isolasi. Beban menjadi seorang gemuk akan mempengaruhi prestasi di sekolah serta kehidupan sosial. Masalah ini biasanya menetap sampai dewasa.

Sulitnya mengatasi obesitas menyebabkan prioritas penanganan obesitas lebih diarahkan pada usaha pencegahan. Itu berarti, pencegahan obesitas harus dilakukan sejak masa kanak-kanak. Apalagi obesitas pada masa kanak-kanak berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa apabila terjadi kelainan hormonal. Selain itu berpotensi mengalami berbagai penyebab kesakitan dan kematian.

Obesitas dapat dibagi dua macam. Pertama, obesitas primer, akibat makanan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan energi tubuh. Kedua, obesitas sekunder, disebabkan penyakit/kelainan yang bersifat hormonal, kongenital, endokrin, maupun kondisi lainnya.

Ada tiga unsur pencetus obesitas:

1. Faktor genetik. Seorang anak mempunyai kemungkinan 40 % menjadi gemuk kalau salah satu orang tuanya obesitas. Kemungkinan lebih besar lagi, 80%, jika kedua orang tuanya gemuk. Biasanya, ibu yang memiliki kadar gula tinggi atau ada penyakit diabetes mellitus (DM), kemungkinan akan menurun kepada anak yang dilahirkan. Anak akan cenderung over weight (kelebihan beban atau kegemukan).

2. Faktor lingkungan, meliputi pola makan, jumlah berikut komposisi nutrisi dalam makanan, dan intensitas aktivitas tubuh sebagai akibat gaya hidup modern. Bayi yang diberi makanan padat sangat dini, sesuai analisisnya, turut berhubungan dengan kemungkinan mengalami obesitas pada umur enam tahun.

3. Faktor psikologik. Unsur stres ikut memengaruhi berat badan di samping kesalahan pola asuh seperti terlalu dimanja dan selalu menuruti kemauannya. Selain itu, lingkungan yang memperlakukan mereka dengan anggapan buruk, juga bisa menyebabkan obesitas. Anak yang kurang disenangi dalam pergaulan, misalnya, akan sering menarik diri. Akibatnya aktivitas fisik berkurang, yang secara otomatis menambah kegemukannya.

Untuk pencegahan obesitas ada tiga tahapan. Pertama, pencegahan primer, bertujuan mencegah terjadinya obesitas. Kedua, pencegahan sekunder, bertujuan menurunkan prevalensi obesitas. Ketiga, pencegahan tertier, bertujuan mengurangi dampak obesitas.

Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan, yaitu pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di pusat kesehatan masyarakat.

Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tata laksana obesitas serta dampaknya. Prinsip dari tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan dewasa karena harus mempertimbangkan faktor tumbuh-kembang. Caranya dengan pengaturan diet, bukan mengurangi jumlah asupan makanan tetapi dengan mengatur komposisi makanan menjadi menu sehat. Antara lain peningkatan aktivitas fisik, misalnya dengan membatasi aktivitas pasif, seperti menonton televisi atau bermain komputer dan play stations, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku) menjadi pola hidup sehat, baik dalam mengonsumsi makanan maupun dalam beraktivitas. Perubahan tersebut sebaiknya lemibatkan seluruh keuarga, sehingga tidak dirasa sebagai hukuman atau pengucilan bagi si anak.

Dampak yang disebabkan obesitas, pertama ,gangguan psikososial, misalnya, rendah diri karena diolok-olok teman akibat berbagai perbedaan dengan sesama. Kedua, pertumbuhan fisik yang lebih cepat. Usia tulang juga menjadi lebih cepat dibanding umur biologiknya. Ketiga, gangguan pernapasan, umpamanya tidur mendengkur, sering mengantuk di siang hari, atau infeksi saluran napas. Keempat, obesitas berlanjut sampai usia dewasa terutama apabila dimulai pada masa prapubertas. Lima, adanya penyakit degeneratif maupun metabolik, seperti darah tinggi, jantung koroner, kencing manis, dan kelebihan kolesterol maupun lemak protein. Keenam, penyempitan pembuluh darah karena timbunan lemak yang berlebihan. Ketujuh, potensi paling sering terjadi pada anak obesitas adalah infeksi pernapasan atas (ISPA).

Penanganan obesitas yang bisa dilakukan adalah, pengobatan hanya diberikan kepada anak yang sudah dipastikan memenuhi kriteria obesitas. Mencegah gemuk pada bayi, tetapi jangan menjalankan diet ketat. Mengurangi masukan kalori atau energi. Jangan menghilangkan seluruh kelebihan berat badan. Dipertahankan saja agar tidak bertambah karena pertumbuhan pada fase anak masih berlangsung. Memodifikasi pola perilaku anak maupun keluarga khususnya pola makan. Menambah pengeluaran atau penggunaan energi dengan mengajak anak untuk aktif bergerak.

Mengukur obesitas

Perhitungan komposisi tubuh untuk menentukan seseorang itu normal atau obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Parameter tersebut terdiri atas berat badan (dalam satuan kilogram) dibagi kuadrat dari tinggi badan (satuan meter).

IMT untuk standar Asia bila IMT lebih atau sama dengan 23 kg/m2 maka sudah dapat dikatakan sebagai overweight (kelebihan berat badan). Bila IMT mencapai 25 kg/m2, maka orang itu dinyatakan mengalami obesitas.

Menurut Asdie, diagnosis obesitas bisa menggunakan lingkar pinggang. Ia menjelaskan, pengukuran lingkar pinggang merupakan salah satu cara untuk menentukan adanya obesitas. Cara pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan meletakkan pita ukur (midline) datar dengan lantai, melingkari perut di antara bagian bawah dan pertahankan pita ukur tanpa tekanan, dan ukuran lingkar perut dibaca pada saat akhir ekspirasi normal. Diagnosis obesitas dengan lingkar pinggang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas pada laki-laki sebesar 87% dan 92%. Sedangkan pada perempuan 89% dan 94%. Pengukuran lingkar pinggang hendaknya dilakukan pada posisi pasien terlentang.

Pembicara lainnya pada Konas XI, Rio Sofwanhadi dari Departemen Anatomi Indonesia menyatakan, penanganan obesitas yang benar tak hanya tentang menurunkan berat badan. Melainkan juga dengan penatalaksanaan yang baik. Penurunan berat badan harus disertai dengan upaya mempertahankan hasilnya. Dimungkinkan penurunan 5-10 persen berat badan bermanfaat menurunkan tekanan darah, perbaikan profil lipid, sehingga risiko diabetes menurun, dan penurunan risiko penyakit jantung koroner.

Beberapa tips menghindari Obesitas. Usahakan untuk tidak terlalu sering mengonsumsi fast food. Bila tidak dapat dihindarkan, mintalah porsi yang lebih kecil untuk anak. Biasakan makan di luar rumah pada jam makan. Bila makan di restoran fast food dengan porsi besar, jangan ditambah dengan soft drink atau es krim. Biasakanlah makan sayuran dan buah-buahan sebagai penyeimbang. (nurhandoko/”PR”-Ilham/job)***

Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/04/hikmah/lainnya2.htm, dalam :
http://mita.blog.unair.ac.id/2008/11/09/mencegah-obesitas/
14 September 2009

Obesitas dan Kurang Aktivitas Fisik Menyumbang 30 Persen Kanker

Kanker merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor risiko, seperti merokok, diet yang tidak sehat, faktor lingkungan, obesitas, kurang aktivitas fisik, dan stress.

Berdasarkan estimasi WHO, faktor obesitas dan kurang aktivitas fisik menyumbang 30% risiko terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian, terdapat hubungan antara kanker dengan berat badan berlebih, diet tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik. Jenis penyakit kanker yang timbul akibat faktor risiko ini adalah kanker kerongkongan (oesophagus), ginjal, rahim (endometrium), pankreas, payudara, dan usus besar.

Demikian disampaikan Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) saat membuka seminar sehari dan talk show bagi anak-anak SD dan SMP di kantor Depkes, Jakarta (18/2). Acara ini merupakan rangkaian Peringatan Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap tanggal 4 Februari.

Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun, ujar Menkes.

Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak dilakukan intervensi yang memadai, kata Menkes.

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler, infeksi, pernafasan dan pencernaan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevelensi tumor di masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk. Sedangkan Data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2006, menunjukkan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap (19,64%), disusul kanker leher rahim (11,07%), kanker hati dan saluran empedu intrahepatik (8,12%), Limfoma non Hodgkin (6,77%), dan Leukemia (5,93%). Leukemia merupakan kanker yang sering terjadi pada anak, jelas dr. Siti Fadilah.

Tema peringatan Hari Kanker Sedunia tahun 2009 yang dicanangkan oleh Union International Against Cancer UICC adalah I Love My Healthy Active Childhood, dan Departemen Kesehatan mengadaptasi menjadi “Ayo aktif bergerak, bermain, dan makan makanan bergizi untuk cegah kanker”.

Menurut Menkes, perlu upaya bersama untuk mencegah faktor risiko kanker dengan mengkampanyekan aktivitas fisik dan diet seimbang dan sehat bagi masyarakat luas, terutama bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.

“Kita perlu terus mengkampanyekan untuk menjaga keseimbangan antara energi (kalori) yang didapat dengan energi yang dikeluarkan. Melakukan perubahan kebiasaan sedentary (hanya duduk-duduk tanpa aktivitas fisik) yang akhir-akhir ini semakin luas seiring perkembangan ilmu dan teknologi, seperti televisi, komputer, internet, dan play station yang menyebabkan meningkatnya angka obesitas, dengan mengimbanginya dengan aktivitas fisik yang cukup”, tegas Menkes.

Upaya pengendalian penyakit kanker di Indonesia telah banyak dilaksanakan oleh Depkes dan pihak-pihak lain di luar pemerintah, seperti Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna (PKTP), Proyek Female Cancer Control (FcP), Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Yayasan Kasih Kanker Anak Indonesia (YKAKI), dan lain-lain.

Dalam memperingati Hari Kanker Sedunia (HKS) tahun ini, Departemen Kesehatan bersama lintas program dan lintas sektor terkait melaksanakan serangkaian kegiatan sebagai bagian upaya global dalam kampanye pencegahan penyakit kanker. Kegiatan yang dilaksanakan adalah seminar dan fun bike untuk anak-anak SD dan SMP. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengkampanyekan gaya hidup sehat sejak anak-anak sebagai generasi penerus bangsa tentang pentingnya diet seimbang dan sehat yang diimbangi dengan aktivitas fisik.

Pesan utama HKS tahun 2009 adalah agar kita mengkonsumsi gizi seimbang, melakukan aktivitas fisik sekurang-kurangnya 30 menit sehari, dan menjaga berat badan ideal selama hidup. Dengan melaksanakan ketiga pesan utama tersebut diharapkan setiap orang memiliki berat badan ideal sehingga risiko untuk terkena kanker juga dapat diturunkan.
- 20 Februari 2009


Sumber:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3328, dalam:
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=9398&Itemid=698
14 September 2009

Makan Larut Malam Bisa Obesitas

Pentingnya menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan atau mengatakan sesuatu dapat dilihat pada seluruh aspek kehidupan manusia. Contohnya, kita bisa menghemat banyak pengeluaran belanja bila kita menunggu waktu dimana toko-toko menggelar potongan harga, membeli properti atau mobil saat ada penawaran diskon menarik. Dan menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Obesity Edition pada tanggal 3 September 2009, jam makan yang tidak tepat bisa membuat berat badan kita menjadi bertambah.

Setelah mengetahui bahwa para pekerja shift cenderung kelebihan berat badan, sebuah tim peneliti dari Universitas Northwestern yang memutuskan untuk menyelidiki apakah pemilihan waktu makan berkonflik dengan irama tubuh yang wajar itu dapat mempengaruhi naiknya berat badan.

Mereka melakukan eksperimen di laboratorium menggunakan tikus putih yang dibagi menjadi dua kelompok, masing masing diberi makan dengan makanan dengan jumlah kalori yang sama, namun waktu pemberiannya berbeda. Kelompok pertama diberi makan malam hari, dan kelompok kedua diberi makan pada siang hari. Bagi tikus putih, siang hari adalah waktu mereka tidur dan malam hari adalah waktu mereka biasanya aktif (terbalik dengan manusia). Peneliti ingin melihat dampak dari waktu makan pada saat jam tidur mereka dibandingkan dengan waktu makan pada saat mereka aktif (waktu makan normal/yang benar).

Setelah enam minggu, para tikus diberi makan normal mengalami kenaikan berat badan 20 persen, tetapi tikus-tikus yang diberi makan “yang salah” mengalami kenaikan berat badan sampai mencapai 48 persen. Kelompok waktu yang salah juga memperoleh sekitar 8 persen lebih lemak pada tubuh dibandingkan memberikan makan pada yang benar.

Peneliti studi ini, Professor Fred Turek dari Weinberg College of Arts and Sciences and director of Northwestern’s Center for Sleep and Circadian Biology menyimpulkan bahwa berarti memang ada “waktu yang salah” untuk makan. Ia mengatakan: “Mengapa dan bagaimana orang bisa naik berat badannya memang sulit dicari alasannya karena melibatkan banyak faktor, namun tidak hanya tergantung dari berapa banyak kalori yang masuk atau dikeluarkan dari tubuh, kapan saat kita makan juga ada pengaruhnya.” Jam makan adalah elemen penting yang harus diperhatikan bagi orang yang mengalami masalah obesitas.

Para peneliti mengatakan bahwa makan pada malam hari saat tubuh seharusnya tidur, mengganggu ritme circadian dalam tubuh kita, dimana otak dan organ-organ lain yang seharusnya istirahat, namun karena makanan masuk, terpaksa otak harus memerintahkan organ pencernaan untuk bekerja. Pada Institute Medicine Report 2006 ada sebuah penelitian juga yang memaparkan bahwa kebiasaan bergadang dan kurang tidur memang terkait dengan obesitas.

“Tidur mempunyai peran yang sangat penting di dalam metabolisme,” kata Deanna Arble, seorang neuroscientist dan kepala peneliti di Universitas Northwestern. “Meskipun agak sulit untuk menggambarkan kapan waktu makan yang paling tepat bagi setiap individu, namun saya menganjurkan sebaiknya kita menghindari makan sesaat sebelum tidur atau makan larut malam, karena dapat membuat berat badan menjadi meningkat.”

Tetapi Arble mengatakan bahwa kita juga jangan hanya memperhatikan jam makan yang tepat, tanpa melihat jumlah kalori yang masuk ke tubuh. “Bila kita makan terlalu banyak kalori tiap harinya, kapan waktu makannya jadi tidak terlalu pengaruh lagi, tetap saja berat badan kita naik. “Dengan makan sedikit saja saat makan malam, kita mengurangi jumlah kalori keseluruhan kita, ini lebih efektif.” Namun bagaimanapun juga ia menyarankan bagi orang yang sehari-harinya tidak makan terlalu banyak namun masih merasa berat badannya tak kunjung turun, mungkin coba perhatikan lagi jam makan, bisa jadi itu faktor penyebabnya. (Erabaru/yqm)
- 13 September 2009

Sumber :
Madeline Ellis, Obesity Edition
http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/4792-makan-larut-malam-bisa-obesitas
14 September 2009

Obesitas Ganggu Kecerdasan

Sebagai mantan Putri Indonesia yang memiliki segudang aktivitas, Melanie Putria Dewita Sari (26) dituntut tampil prima. Timbunan lemak sedikit saja bisa mengganggu penampilan. Demi memiliki tubuh ramping, ia pun melakukan diet ketat dan berolahraga secara intensif.

Hampir tiap hari ia berolahraga di pusat kebugaran selama 2-3 jam. Ia juga mengurangi porsi makan secara drastis, pantang makanan dengan karbohidrat dan lemak tinggi. Namun, hal itu membuatnya lemas, uring-uringan, dan menderita tipus. Kini ia kembali bugar setelah diet gizi seimbang dan olahraga secara teratur.

Memiliki tubuh ideal merupakan idaman banyak orang. Namun, gara-gara ingin langsing secara “instan” sejumlah penderita obesitas sakit akibat diet terlalu ketat dan konsumsi obat pelangsing berlebihan.

Ada beberapa penilaian untuk mengukur kelebihan berat badan; salah satunya lingkar pinggang. “Cara mudah menentukan kegemukan adalah indeks massa tubuh (BMI),” kata Dr. Fiastuti Witjaksono, pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia.

Penghitungan BMI berdasarkan berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan (meter) yang dikuadratkan. Untuk Asia, orang dengan BMI di atas 23 termasuk kelebihan berat badan. Adapun BMI 25-29,9 termasuk obesitas tipe satu, BMI 30 atau lebih adalah obesitas tipe dua. Preobesitas jika BMI 23-24,9.

Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kini lebih dari 300 juta orang di dunia mengalami obesitas, miliaran orang lain kelebihan berat badan. Penyebab utamanya adalah pola makan buruk dan kurang aktivitas fisik.

Di Indonesia penderita obesitas terus bertambah. Sensus Kesehatan Nasional tahun 1989 menyebutkan, prevalensi obesitas di perkotaan 1,1 persen dan di pedesaan 0,7 persen. Sepuluh tahun kemudian, angka itu meningkat jadi 5,3 persen di kota dan 4,3 persen di desa.

Himpunan Studi Obesitas Indonesia tahun 2004 menemukan, prevalensi obesitas 9,16 persen pada pria dan 11,02 persen perempuan. Obesitas ada pada 41,2 persen pria-lingkar pinggang melebihi 89 cm-dan 53,3 persen wanita, dengan lingkar pinggang lebih dari 79 cm.

Penyakit berdatangan

Obesitas dikaitkan dengan faktor keturunan dan kelebihan asupan makanan. Kini obesitas diidentifikasi sebagai masalah kesehatan yang memengaruhi terjadinya beragam penyakit, penuaan dini, bahkan menurunkan kemampuan kognitif.

“Kelebihan lemak pada perut meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular antara lain stroke dan penyakit jantung koroner,” kata Fiastuti. Obesitas juga meningkatkan risiko diabetes melitus, kolesterol tinggi, batu empedu, kanker, infertilitas, dan radang sendi.

“Pada pria, obesitas meningkatkan risiko terjadi kanker kolon dan prostat. Pada perempuan akan meningkatkan risiko kanker empedu, endometrium, dan payudara,” ujarnya.

Studi terbaru yang dimuat di jurnal Human Brain Mapping menyebutkan, orang dengan obesitas memiliki jaringan otak 8 persen lebih sedikit dibandingkan dengan yang berat badannya normal. Otak mereka terlihat 16 tahun lebih tua daripada orang kurus.

Mereka yang kelebihan berat badan memiliki jaringan otak 4 persen lebih sedikit daripada orang dengan berat badan normal. Otak mereka juga tampak lebih tua 8 tahun.

Hasil studi berdasarkan pemindaian otak 94 orang berusia 70 tahun itu menggambarkan degenerasi otak berat. “Kehilangan jaringan yang besar mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif secara drastis dan meningkatkan risiko alzheimer serta penyakit lain pada otak,” ujar Paul Thompson, ketua peneliti dan profesor neurologi dari UCLA, AS, dalam situs LiveScience. Penderita obesitas kehilangan jaringan otak di wilayah penting otak yang berfungsi merencanakan, mengingat, mengambil keputusan dan penguasaan emosi, menjaga memori jangka panjang, serta mengatur gerakan.

Gizi seimbang

Atas dasar itu, obesitas dianggap “penyakit berbahaya”. Menurut Prof. Walujo Soerjodibroto dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, masalah kesehatan ini sulit diatasi. Pencegahan dini lebih mudah berhasil, yaitu saat pasien masih kelebihan berat badan.

“Penurunan berat badan yang aman adalah 2-5 kg per bulan dengan mengurangi asupan lemak,” kata Fiastuti. Komposisi diet yang baik adalah 55 persen karbohidrat, 30 persen lemak, dan 15 persen protein. Kandungan lemak antara lain ada dalam susu, keju, es krim, mentega, kue, daging merah, dan ayam. Makanan berkalori tinggi adalah makanan dengan daging berlemak dan santan kental.

Untuk menurunkan berat badan, penderita obesitas dianjurkan diet rendah kalori bergizi seimbang. “Perlu disertai olahraga teratur dan tidur cukup,” kata Susana, Kepala Divisi Riset Nutrifood.

“Perilaku makan yang diharapkan harus dipaksakan demi memperbaiki pola pikir hingga mengubah perilaku makan,” kata Walujo. Pasien juga perlu bantuan obat, konsultasi gizi, modifikasi perilaku, akupunktur, hipnoterapi, dan segala cara meningkatkan kemauan terapi tanpa rugikan kesehatan.

Dengan pola makan sehat dan mengontrol berat badan, terjadi perubahan positif fungsi kardiovaskular, metabolisme, dan mencegah penurunan drastis kemampuan kognitif. Selain bentuk tubuh jadi ideal, kualitas hidup pun meningkat.

Sumber:
Kompas, 27 Agustus 2009, dalam :
http://carahidup.um.ac.id/2009/08/obesitas-ganggu-kecerdasan/
14 September 2009

Waspadai Wabah Obesitas!

Meskipun beberapa grup etnik di Afrika Utara memandang wanita yang gemuk adalah cantik dan merupakan simbol kekayaan dan kesuburan, sekitar 300.000 penduduk berkurang setiap tahunnya di Amerika Serikat akibat obesitas (kelebihan berat badan).

Obesitas berada di peringkat kedua sebagai penyebab kematian yang seharusnya dapat dicegah di dunia, menyusul rokok pada peringkat teratas.

Berbagai penelitian menunjukkan, obesitas menghabiskan biaya lebih dari 100 miliar dollar Amerika tiap tahunnya. Obesitas tidak hanya mempengaruhi penampilan luar seseorang, tapi juga secara fisiologis dan psikologis.

Obesitas diakibatkan oleh beberapa faktor: genetik, metabolisme, kebiasaan (makanan yang dikonsumsi dan gaya hidup) lingkungan dan kebudayaan.

Gen dan metabolisme mempengaruhi berat badan seseorang 25 hingga 40 persen. Meski gen dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena obesitas, namun gen bukanlah satu-satunya faktor kenapa seseorang berlebihan berat badannya.

Bagi kebanyakan orang, obesitas terjadi akibat konsumsi makanan berlebihan dan kurang aktivitas. Disinilah faktor lingkungan dapat mempengaruhi orang terkena obesitas. Gaya hidup masyarakat barat modern menyebabkan orang melakukan diet yang salah dan malas berolahraga. Restoran cepat saji selalu menyediakan makanan berukuran besar. Gaya hidup yang sibuk pun kerap membuat kita makan di luar rumah, sehingga konsumsi makanan diproses dan tidak sehat terus terjadi.

Kebiasaan makan yang buruk juga cenderung turun temurun dalam keluarga – meskipun metabolismenya tidak sama, namun kebiasaaan dalam keluarga atau kebiasaan yang kita pelajari dari orang tua, juga memegang peranan penting. Obesitas yang terjadi pada anak merupakaan indikasi kuat bahwa nantinya si anak tersebut akan mengalami masalah kesehatan terkait dengan berat badannya.

Ayuthinee Singhakowinta, MD. MSc. (Clinical Epidemiology) Ketua Diabetes and Metabolic Center, Phyathai Hospital, Thailand
- 18 Agustus 2009

Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/08/18/21164830/waspadai.wabah.obesitas
14 September 2009

Obesitas Bisa Menyebabkan Gangguan Ereksi

Obesitas atau kelebihan berat badan ternyata bisa menyebabkan gangguan ereksi. Hal ini dikatakan oleh Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila dalam simposium yang diadakan oleh Perhimpunan Kedokteran Anti-Penuaan Indonesia di Jakarta, Sabtu (18/7).

Gangguan ereksi dibagi ke dalam dua bagian, ereksi yang memang sudah dialami sejak awal dan gangguan yang baru dialami setelah sebelumnya berfungsi dengan baik. Salah satu penyebab dari gangguan yang kedua adalah obesitas.

Secara umum, obesitas menyebabkan perubahan pada total jumlah darah dan fungsi dari jantung sementara distribusi lemak di sekitar dada dan daerah perut sehingga membatasi proses pernapasan dan peredarannya dan pada akhirnya akan mengubah fungsi dari respiratori. Perubahan ini akan menurunkan fungsi dari organ-organ yang berkaitan dengan fungsi seksual yang pada akhirnya menghasilkan gangguan ereksi.

Untuk menangani masalah gangguan ereksi karena obesitas ada 3 langkah yang bisa Anda ikuti. Pertama adalah menemukan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan ereksi disebabkan kegemukan. Kedua adalah merawat atau menyembuhkan faktor-faktor penyebab tersebut. Bisa dengan diet yang terkontrol, berolahraga, hidup sehat, dan perawatan.

Ketiga adalah memulihkan fungsi ereksi tersebut. Ada 4 hal yang bisa Anda lakukan. pertama adalah melakukan konseling mengenai keadaan seksual Anda. kedua adalah dengan menggunakan obat, seperti Viagra. Ketiga dengan menginjeksi intracavernous. Keempat adalah dengan melakukan operasi, tetapi saat ini operasi untuk mengatasi masalah ereksi tidak pernah dilakukan lagi.
- 18 Juli 2009

Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/18/19175063/obesitas.bisa.menyebabkan.gangguan.ereksi
14 September 2009

Lingkar Pinggang: Barometer Kesehatan Anda

Obesitas kini menjadi epidemi, bahkan sejak umur balita. Dan itu menjadi masalah, karena berat badan berlebih berarti menyimpan bom waktu untuk meledaknya sejumlah penyakit di kemudian hari. Sebenarnya, Hipocrates (460-359 SM) yang lebih dikenal sebagai bapak ilmu pengetahuan, sejak jauh hari telah menyatakan bahwa orang gemuk lebih cepat meninggal.

Selain tidak enak dipandang, obesitas juga menyimpan banyak sisi negatif. Tubuh jadi cepat lelah, pernapasan terganggu, bahkan henti napas waktu tidur. Dan yang lebih seram lagi, kelewat gemuk bikin tubuh rawan dihinggapi penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, serta radang sendi. Obesitas tidak hanya dihubungkan dengan penyakit fisik, namun juga dengan masalah kejiwaan, terutama kecemasan. Masalah psikososial juga dialami oleh anak-anak yang obese.

Penyebab Obesitas

Secara sederhana, obesitas berarti keadaan penumpukan lemak yang berlebihan di jaringan adiposa. Keadaan ini timbul akibat pengaturan makan yang tidak baik, gaya hidup kurang gerak, dan faktor keturunan (genetik).

Kelebihan energi makanan yang kita konsumsi secara kumulatif akan ditimbun sebagai cadangan energi berupa lemak tubuh. Ketidak-seimbangan antara energi yang masuk dan yang digunakan tubuh membuat berat badan bertambah.

Peranan genetik dalam kejadian obesitas terbukti dari adanya risiko obesitas sekitar 2 -3 kali lebih tinggi pada individu dengan riwayat keluarga obesitas

Bagaimana mengukur obesitas?

Untuk mengukur obesitas digunakan ukuran indeks massa tubuh (IMT). IMT dihitung dari: Berat badan (Kg) dibagi Tinggi badan kuadrat (M2)

Berat-badan (Kg)

Tinggi-badan2 (M2)

Kisaran normal IMT Asia-Pasifik 18,5-22,9 kg/m².Lebih dari itu masuk kelompok berisiko, dan bila IMT di atas 25 kg/m² disebut sebagai obesitas.

Contoh: Bila tinggi badan 160 cm dan berat badan 70 kg. Maka IMT=

70 kg =

70 kg =

27,4 kg/m2

(1,6 X 1,6) m2

2,56 m2

IMT 27,4 berarti dalam keadaan obesitas dan dianjurkan menurunkan berat badan dalam kisaran 49 - 60 kg agar mencapai IMT 18,5 – 22,9

Sayang IMT tidak mencerminkan distribusi timbunan lemak di dalam tubuh. Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar pinggang (LP) saja karena lebih praktis. Cara ini mudah, dengan menggunakan pita meteran (seperti yang digunakan oleh penjahit) diukur bagian-bagian tubuh untuk mengetahui banyaknya lemak tubuh.

Gemuk pada pria umumnya seperti apel (android), lemak banyak disimpan di pinggang dan rongga perut. Sedangkan wanita menyerupai pir (gynecoid),penumpukan lemak terjadi di bagian bawah, seperti pinggul, pantat dan paha.

Gemuk bentuk ‘apel’ lebih berbahaya dibandingkan gemuk bentuk ‘pir’. Yang berbahaya adalah timbunan lemak di dalam rongga perut, yang disebut sebagai obesitas sentral.

Mengingat obesitas sentral sering dihubungkan dengan komplikasi metabolik dan pembuluh darah (kardiovaskuler), tampaknya pengukuran LP lebih memberi arti dibandingkan IMT. Adanya timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya LP.

Dr Xavier Jouven dkk, peneliti dari Prancis, melakukan penelitian terhadap 7.000 polisi Prancis yang meninggal antara tahun 1967 - 1984 dengan sebab serangan jantung. Mereka mengukur LP dan IMT. Pria-pria berperut buncit memiliki kemungkinan meninggal lebih cepat. Kesimpulannya: "Risiko meninggal mendadak itu meningkat karena kepadatan lemak di perut,"

Selain itu, penelitian tersebut juga mendapati bahwa ternyata orang-orang dengan IMT yang tinggi tidak berisiko meninggal dini kecuali mereka yang memiliki lingkar pinggang besar.

Sebagai patokan, pinggang berukuran ≥ 90 cm merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk wanita risiko tersebut meningkat bila lingkar pinggang berukuran ≥ 80 cm.

"Jangan hanya menghitung tinggi badan, berat badan dan IMT saja, lebih baik jika disertai dengan mengukur lingkar pinggang”


Panjang Ikat Pinggang Mencerminkan Kadar Kolesterol..!

Salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner adalah karena terjadinyadislipidemia. Manifestasi dislipidaemia adalah tingginya kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida, serta rendahnya kolesterol HDL.

Selama ini dokter melakukan pemeriksaan kolesterol, tekanan darah dan tingkat kegemukan untuk mengukur risiko penyakit jantung. Kolesterol LDL lebih dikenal sebagai kolesterol jahat, karena dapat menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh koroner. Oleh karena itu, usahakan untuk selalu rendah kadar kolesterol LDL anda (<130)>

Sebaliknya jenis kolesterol HDL dikenal sebagai kolesterol baik, karena bersifat proteksi terhadap terjadinya penyakit jantung koroner. Oleh karena itu, usahakan selalu tinggi kadar kolesterol HDL anda (> 45 mg/dl).

Semakin banyak timbunan lemak di rongga perut akan diikuti dengan tingginya kolesterol LDL dan kolesterol total. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kadar kolesterol LDL semakin panjang ikat pinggang orang tersebut.

Untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, selain diet dan obat-obatan, adalah dengan menurunkan berat badan. Sedangkan untuk kolesterol HDL, semakin besar lingkar pinggang (semakin banyak timbunan lemak di perut) akan diikuti dengan merendahnya kadar kolesterol HDL. Jadi, semakin panjang ikat pinggang seseorang, maka akan semakin rendah kadar kolesterol HDLnya.

Untuk meningkatkan kadar kolesterol HDL, selain obat-obatan, adalah dengan meningkatkan aktifitas fisik dan menurunkan berat badan.

Suatu penelitian membuktikan bahwa dengan melakukan senam aerobik yang membakar 6 kilokalori per menit selama satu jam, 3-4 kali /minggu dalam kurun waktu 6 bulan, dapat meningkatkan kolesterol HDL sebesar 33%.


Lingkar Pinggang sebagai Indikator Risiko Diabetes

Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang banyak diderita orang dengan berbagai komplikasinya. Berat badan yang berlebih hingga kegemukan membuat seseorang berisiko terkena diabetes.

Seorang peneliti dari Swedia menemukan bahwa lingkar pinggang dapat digunakan untuk mengukur resistensi insulin, dan dapat menjadi indikator yang baik untuk melihat apakah seseorang berisiko untuk terkena diabetes.

Resistensi insulin merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara baik. Bila dilakukan pemeriksaan darah, dapat ditemukan kadar gula darah yang lebih tinggi dari normal tetapi belum sampai menjadi diabetes. Keadaaan ini disebut sebagai pra-diabetes.

SINDROM METABOLIK atau “SINDROM PERUT BUNCIT”

Sindrom metabolik adalah kumpulan gejala, yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, diabetes, dll.

Kumpulan gejala pada Sindrom Metabolik

(menurut IDF 2005) :

Obesitas ( LP wanita > 80 cm, pria > 90 cm) ditambah 2 dari 4 Faktor berikut ini :

1. Trigliserida ≥ 150 mg/dl

2. Kolesterol HDL <>

3. Hipertensi

Tekanan darah sistolik ≥130 mmHg

Tekanan darah diastolik ≥ 85 mmHg

4. Glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dl

Oleh karena itu, untuk mendeteksi Sindrom metabolik perlu dilakukan:

Pemeriksaan Fisik : Lingkar Pinggang dan Tekanan Darah

Pemeriksaan Laboratorium : Glukosa Darah, Kolesterol HDL, Trigliserida, Adiponektin

Secara ringkas, agar Sindrom Metabolik tidak berkembang menjadi penyakit berbahaya,perlu dilakukan berbagai upaya, yaitu:

  1. Menurunkan berat badan
  2. Mendeteksi kelainan (lingkar pinggang, tekanan darah, data laboratorium )
  3. Intervensi terhadap kelainan yang ditemukan (diet, olahraga, obat-obatan)
  4. Evaluasi & pemantauan secara berkala (pemeriksaan fisik dan laboratorium)

Memerangi Obesitas

Apa alasan anda ingin turun berat badan ?

- Ingin tampil ideal di acara khusus (kawinan)
- Ingin lebih percaya diri

- Karena pasangan Anda !!

- Tuntutan profesi – harus berat badan ideal
- Disuruh dokter !!!

- Mengganggu kesehatan !

Seberapa serius kah ? …..

Kini banyak orang mulai berlomba-lomba mengurangi bobot tubuhnya, meskipun banyak yang melakukannya dengan cara keliru, bahkan ingin langsing dengan cara instant. Sayang bukannya langsing yang didapat, tapi ujung-ujungnya malah masuk rumah sakit.

Mengusir gemuk bisa dibilang gampang-gampang susah. Seringkali berat badan naik kembali setelah berhasil diturunkan. Hal inilah yang disebut sebagai “Efek Yo-Yo”, yaitu berat badan naik-turun seperti gerakan mainan yo-yo.

Apakah anda termasuk obese?

Jika tidak tergolong obese, pertahankan pola hidup sehat agar tidak terjadi obesitasJika tergolong obese, jangan anggap remeh, lakukan tindakan segera agar tidak muncul berbagai penyakit yang terkait obesitas

Bagaimana mencegah Obesitas ?

  • Pola makan seimbang

  • Pola hidup seimbang (olahraga / aktivitas fisik)

  • Pola pikir positif (menghindari / mengelola stress)

  • Memantau kesehatan berkala (PENTING, tetapi sering dilupakan)

Yang perlu dilakukan jika anda OBESE

  1. Menurunkan berat badan :
  • Intervensi Pola Makan

  • Intervensi Pola Aktivitas

  • Pola Hidup Sehat (tidak merokok, tidak stress)

  1. Deteksi Sindrom Metabolik : melalui pemeriksaan fisik & laboratorium

3. Tambahan terapi sesuai dengan kondisi Sindrom Metabolik

Saat ini beragam cara memerangi obesitas banyak kita jumpai, mulai cara konvensional seperti mengatur pola makan, hidup teratur, berolahraga, sampai menggunakan alat bantu misalnya obat pelangsing, akupuntur, sedot lemak, dll.

Tips Panduan Makan Pintar

  • Makan 3 kali sehari, jangan menghindari sarapan lalu makan berlebihan di siang harinya.
  • Konsumsi lebih banyak buah, sayur, padi-padian, dan sereal.
  • Kurangi camilan tinggi lemak dan makanan cepat saji misalnya keripik kentang, hot dog, dll.
  • Jangan makan terburu-buru
  • Biasakan makan teratur pada waktunya
  • Minumlah segelas air sebelum mulai makan.
  • Mulailah hidangan anda dengan sup rendah lemak atau salad
  • Perhatikan ukuran, gunakan piring yang lebih kecil.
  • Bereskan meja segera setelah makan (hindari godaan menghabiskan makanan yang tersisa).
  • Baca label, pilih makanan yang mengandung <>
  • Jika menggunakan mentega/margarin, oleskan tipis-tipis saja.
  • Pilih alternatif rendah lemak, misalnya susu rendah lemak
  • Batasi konsumsi daging berlemak
  • Buang semua lemak pada daging, sisihkan kulit ayam
  • Pilih cara memasak dengan dibakar / dipanggang

Obat Pelangsing

Obat yang sering dijumpai di pasaran adalah orlistat, yang bekerja menghambat penyerapan 30% lemak dari makanan di usus besar. Efek buangan minyak yang dihasilkan, bukanlah efek samping, melainkan efek kerja orlistat yang berkaitan erat dengan pola makan pasien yang tinggi lemak. Walaupun ada penurunan kadar A, D, E, K, tetapi tidak signifikan dan kadar vitamin masih dalam batasan yang diperbolehkan. Karena profil keamanannya, sampai saat ini, hanya orlistat yang disetujui oleh FDA untuk diresepkan pada anak remaja mulai 12 tahun. Orlistat terbukti menurunkan berat badan 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan pengaturan makan dan olah raga saja.

Jenis obat lainnya berasal dari keluarga amfetamin, yang cara kerjanya menekan nafsu makan. Amfetamin bisa menimbulkan efek samping seperti insomnia, gelisah, gemetar, sakit kepala, dan hipertensi.

Sementara itu pengusir gemuk dari golongan furosemid lebih bersifat diuretika atau memaksa tubuh mengeluarkan banyak cairan melalui urin. Jika tubuh dipaksa melakukan hal ini, bukan tak mungkin akan terjadi dehidrasi.

Cara lain yang mulai trend digunakan adalah akupunktur. Tusuk jarum ini dapat mengurangi lapar dan nafsu makan, sehingga mengurangi kalori yang masuk ke dalam tubuh.

KESIMPULAN :

  • Pola hidup sehat, penting untuk mencegah / mengatasi obesitas dan risiko penyakit yang ditimbulkannya
  • Lingkar perut adalah barometer kesehatan anda. Bila bagian pinggang dari pakaian anda terasa sempit, waspadai adanya Sindrom Metabolik
  • Sindrom Metabolik, bagaikan Alert System. Walau tidak menimbulkan rasa sakit, harus dicari permasalahan yang tersembunyi dan selanjutnya dilakukan intervensi agar tidak berkembang menjadi penyakit yang lebih berbahaya.

Memang tubuh langsing dan sehat selalu jadi idaman semua orang namun bukan berarti kita sembarangan 'menyiksa' tubuh kita bukan?

Jadi, hati-hati jika ingin langsing, lebih baik mulai dengan membiasakan diri hidup sehat dan berolah raga teratur.

Tubuh langsing, badanpun sehat.

Sumber :

Dr. Gatut semiardji SpPD-KEMD

http://www.obesitas.web.id/obe-news(i)23.html

14 September 2009